Prof Quraish Shihab Jelaskan 3 Hal yang Harus Diperhatikan saat Menulis
NU Online · Kamis, 16 Maret 2023 | 16:00 WIB
Afina Izzati
Kontributor
Jakarta, NU Online
Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Muhammad Quraish Shihab memberikan tips bagi siapa saja yang akan menulis karya ilmiah. Menurutnya, menulis karya ilmiah jangan seperti menulis surat untuk pacar, karena tidak akan pernah selesai.
“Maka persiapkanlah sebisa mungkin dan tulislah dengan keyakinan. Dalam menulis pasti ada salahnya. Oleh karena itu caranya adalah dengan meminta koreksi dari orang lain, dan jangan marah jika sudah dikoreksi,” terang Prof Quriash Shihab lewat akun Youtubenya.
Penulis Tafsir Al-Misbah itu mengungkapkan, tidak ada seorang penulis pun yang tidak memiliki kesalahan. Jadi dengan seringnya menulis, semakin berkurang pula kesalahan yang akan terjadi. Bahkan ia mengaku sampai sekarang masih menemukan kesalahan di dalam penulisan Tafsir Al-Misbah miliknya.
Ia juga mengingatkan dalam menulis kata harus memperhatikan tiga hal. Pertama, setiap kata adalah wadah yang harus ada isi dan ukurannya sehingga memiliki makna.
Kata-kata yang tidak memiliki isi namanya omong kosong, namun jika mengisi juga jangan sampai berlebihan karena bisa jadi hilang, tapi jika kurang maka menjadi tidak cukup. Dalam konteks tafsir juga harus diperhatikan, jangan sampai berlebihan dan kekurangan.
Kedua, setiap kata ada kesan yang ditimbulkan. Contohnya seperti kata perempuan dan wanita, lebih banyak digunakan kata perempuan karena adanya kesan dari kata tersebut yang lebih terhormat.
Ketiga, setiap kata harus memiliki kekuatan. Jika tidak maka kata itu tidak memiliki arti. Begitu pula dengan Al-Qur’an yang memiliki kekuatan.
Prof Quraish juga menerangkan bahwa ulama dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab memiliki perbedaan makna. Dalam bahasa Indonesia, ulama adalah orang yang memiliki pengetahuan agama Islam, jadi yang memiliki pengetahuan Kristen atau Kristologi tidak dinamai ulama.
“Di dalam bahasa Arab atau Al-Qur’an tidak hanya dikhususkan dalam agama Islam saja, bahkan tidak khusus dalam ilmu agama. Seseorang yang mengetahui berbagai ilmu dinamai dengan ulama. Pewaris kitab suci ada yang dzalimun linafsihi, ada yang moderat (muqtasid), ada yang sabiqun bil khairat,” jelasnya.
Menurut Prof Quraish, ilmu adalah semua kata yang terdiri dari huruf ‘ain lam mim menunjukkan kejelasan, sehingga jika masih remang-remang namanya bukanlah ilmu. “Sehingga ulama dalam bahasa Indonesia mestinya tidak berbicara dengan remang-remang, harus jelas,” jelas Prof Quraish.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Gus Yahya Berangkatkan Tim NU Peduli ke Sumatra untuk Bantu Warga Terdampak Bencana
2
Kiai Miftach Moratorium Digdaya Persuratan, Gus Yahya Terbitkan Surat Sanggahan
3
Khutbah Jumat: Ketika Amanah Diberikan kepada yang Bukan Ahlinya
4
Khutbah Jumat: Dari Musibah menuju Muhasabah dan Tobat Kolektif
5
Sehari Galang Donasi, Warga NU Losari Cirebon Kumpulkan Rp37 Juta untuk Korban Bencana Sumatra
6
Prabowo Minta Tanam Pohon Sawit, Tebu, Singkong di Papua untuk Hasilkan BBM dan Etanol
Terkini
Lihat Semua