Nasional

Rasionalisasi Pemungutan Pajak hingga Persyaratannya Hasil Munas NU 2025

Sabtu, 8 Februari 2025 | 20:45 WIB

Rasionalisasi Pemungutan Pajak hingga Persyaratannya Hasil Munas NU 2025

Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah KH Abdul Moqsith Ghazali saat Sidang Pleno II Munas Konbes NU di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis (6/2/2025) malam. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama 2025 memutuskan rasionalisasi (penalaran) pembolehan pajak. Keputusan ini forum timbang dalam perspektif Islam.

 

Dalam ajaran Islam terdapat dua dalil yang membahas tentang pajak, yakni hadits tentang pelarangan pajak dan pembolehan diberlakukannya pajak. Lantas rasionalisasi pajak berhasil dicapai setelah para ulama dan kiai NU bermusyawarah dalam forum terbesar kedua setelah Muktamar itu.


Hal ini sebagaimana diungkapkan Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Maudhu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali saat Sidang Pleno II Munas Konbes NU di Hotel Sultan, Jakarta pada Kamis (6/2/2025) malam.

 

"Tampak terjadi ta'arudl bainal adillah (pertentangan di antara beberapa dalil) antara boleh dan tidaknya memungut sesuatu dari rakyat selain zakat," katanya.

 

Dilanjutkan, pemungutan pajak diperbolehkan selama ada kebutuhan warga negara yang sangat besar. Selain itu, alokasi pajak juga harus bermuara untuk kemaslahatan rakyat.

 

"Tapi pajak yang dipungut dari warga negara itu penggunaannya harus sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, peruntukannya harus dikembalikan kepada rakyat," tegasnya saat konferensi pers kepada awak media.

 

Munas kali ini juga mengusulkan kepada pemerintah untuk menentukan objek dan besaran tarif pajak. Ketetapan ini untuk mengantisipasi pemungutan pajak secara serampangan oleh pemerintah. 

 

"Karena itu tadi mencoba dibangun misalnya rasionalisasi untuk dipikirkan kembali mengenai besaran tarif pajak. (Seperti) Rasionalisasi PPN dan PPh-nya juga dipertimbangkan," jelas Kiai Moqsith.

 

Pengaturan pajak ini ditujukan bagi warga negara yang memiliki aset tetapi tidak mencapai nisab sebagai syarat wajibnya zakat. Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta itu menyebutkan contoh dengan kepemilikan satu mobil sebagai sasaran dari pajak.

 

"Tadi dicontohkan hanya memiliki satu mobil itu pasti objek pajak tetapi pasti bukan objek zakat," terangnya.


Sebagai informasi, dalam forum yang mengusung tema Bekerja Bersama Umat untuk Indonesia Maslahat ini hadir sejumlah pimpinan PBNU dan PWNU seluruh Indonesia.


Selama dua hari pelaksanaan, forum berjalan dengan khidmat. Setiap akan mulai satu topik pembahasan serta mengambil memutuskannya para ulama membaca Surat Al-Fatihah.