Nasional

RUU Pesantren Bisa Jembatani Pendidikan Klasik dan Modern

Jumat, 14 September 2018 | 13:01 WIB

Jakarta, NU Online

Wakil Sekretaris PBNU, Kiai Masduki Baidlowi menyebut Rancangan Undang-Undang Pesantren sebagai jembatan yang dapat  menyambungkan keilmuan ‘lama’ yang terkandung dalam ‘rahim’ pesantren dengan keilmuan kontemporer di perguruan tinggi modern.

Keterputusan antara keduanya yang terjadi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh minimnya program afirmasi dari pemerintah terhadap pondok pesantren. Padahal di dalam tradisi pesantren terdapat banyak khazanah keilmuan yang dapat dikembangkan secara modern dan nantinya dapat melahirkan lembaga pendidikan yang berkualitas tinggi.

Ia menyontohkan, sejumlah lembaga pendidikan terbaik di dunia saat ini memiliki ketersambungan sanad keilmuan dengan lembaga pendidikan di masa lalu yang umumnya berasal dari lembaga keagamaan.

“Awal mula perguruan tinggi yang berkualitas biasanya diawali oleh basis keagamaan di masa lampau. Misalnya Cambridge, awal mulanya adalah sebuah gereja. Tradisi kekayaan pengetahuan di dalam gereja itulah yang dikembangkan hingga berubah menjadi kampus sekelas Cambidge,” kata Masduki pada NU Online, Jumat (14/9) 

Akan tetapi, ketersambungan itu tak terjadi di Indonesia. “Kalau di sini, antara basis keilmuan lama dan baru kan terputus. Maka RUU ini adalah penyambung yang baik kalau negara betul-betul memberikan pemihakan yang total untuk itu,” jelasnya.

Namun ia mengingatkan agar adanya RUU Pesantren ini tidak boleh menafikan tradisi dalam pesantren. Sebab jika itu terjadi, maka dapat menghilangkan tradisi baik yang telah tumbuh dan menjadi best practices dalam pesantren selama ratusan tahun.

“Afirmasi kebijakan pesantren tidak boleh menghilangkan apa yang disebut Gus Dur sebagai ‘subkutur’ yang ada dalam pesantren yang positif. Karena itu adalah local wisdom yang menjadi modal dasar bagi terbangunnya akhlaq dan ilmu pengetahuan,” jelasnya.

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menyetujui RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai usul inisiatif DPR dan akan dibawa ke sidang paripurna untuk dimintakan persetujuan. Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah PBNU, KH Abdul Ghaffar Rozin menyebut hal tersebut sebagai sebuah rekognisi pemerintah atas pesantren. (Ahmad Rozali)