Nasional

Sejarawan Usulkan Moratorium Pemberian Gelar Pahlawan untuk Tinjau Kembali Narasi Sejarah

Senin, 7 Oktober 2024 | 13:00 WIB

Sejarawan Usulkan Moratorium Pemberian Gelar Pahlawan untuk Tinjau Kembali Narasi Sejarah

Lukisan Presiden Soekarno, Soeharto, dan Gus Dur. (Foto: dok. Kemdikbud)

Jakarta, NU Online

Belakangan, gelar pahlawan nasional acapkali diberikan pemerintah menjelang peringatan Hari Pahlawan. Hingga 2023, tercatat sudah ada 206 tokoh yang dianugerahkan pahlawan nasional. Terbaru, MPR mengusulkan gelar pahlawan untuk tiga presiden yakni Soekarno, Soeharto dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).


Sejarawan Bonnie Triyana mengusulkan agar dilakukan moratorium untuk pemberian gelar pahlawan nasional. Tujuannya agar publik tak lagi terjebak pada perdebatan tokoh kontroversial seperti Soeharto.


Hal ini disampaikan Bonnie dalam diskusi daring bertajuk Habis Sukarno Terbitlah Soeharto: Manipulasi Memori dan Politik Sejarah di Indonesia yang digelar akademisi Sejarah Lintas Batas pada Sabtu (5/10/2024).


“Tentu kita tahu Soeharto adalah tokoh sejarah. Namun, alih-alih memberikan gelar pahlawan setiap tahun, yang sering kali memicu kontroversi seperti yang terjadi pada 2007 saat Anak Agung Gede Agung dianugerahi gelar tersebut, dan mendapat penolakan di Bali karena dianggap pernah bersekutu dengan Belanda, narasi kepahlawanan ini sering digunakan untuk kepentingan politik. Jadi saya pikir idenya adalah bagaimana moratorium dilakukan,” kata Bonnie.


Selain moratorium, Bonnie juga mendorong pemerintah melakukan riset dan penulisan tokoh-tokoh sejarah secara obyektif dan berimbang, agar bisa diajarkan kepada generasi muda daripada hanya mengangkat satu atau dua tokoh sebagai pahlawan setiap tahun yang justru menimbulkan kontroversi.


“Ada semacam kesan cara kita memahami sejarah menjadi sangat elitis. Seolah-olah yang yang berperan itu hanyalah tokoh-tokoh besar. Kan di setiap kota itu selalu ada pahlawan-pahlawan tanpa nama yang perannya pun tidak kalah besarnya dengan tokoh-tokoh dari golongan elit dan itu tidak adil. Artinya tidak bisa mengakomodir kepahlawanan dimainkan juga oleh orang-orang kecil,” imbuh Bonnie.


Moratorium gelar pahlawan pernah terjadi

Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Asvi Warman Adam mengatakan bahwa pada 1970-an pun pernah terjadi moratorium gelar pahlawan nasional selama lima tahun.


“Jadi selama lima tahun (1978-1983) ada usulan pahlawan nasional yang tidak diangkat. Kenapa? Interpretasi saya karena pada tahun 1983 akan ada pengangkatan seseorang yang luar biasa, yaitu Presiden Soeharto sebagai Bapak Pembangunan,” tutur Asvi.


Asvi menjelaskan bahwa penghargaan tersebut ditetapkan melalui TAP MPR Nomor 5 Tahun 1983 tentang pertanggungjawaban Presiden selaku mandataris MPR serta pengukuhan pemberian gelar sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Namun, gelar tersebut sudah tidak berlaku lagi dengan keluarnya TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003.


“Nah kalau yang satu sudah dinyatakan einmalig (final) telah dicabut ataupun sudah selesai dilaksanakan, berarti juga yang sama terhadap Bapak Pembangunan itu sudah tidak berlaku lagi gelar itu,” tegasnya.