Nasional

Singgung Kebebasan Berekspresi di Era Prabowo, Pengamat Harap Masyarakat Berani Kritik Kekuasaan

Jumat, 1 November 2024 | 09:30 WIB

Singgung Kebebasan Berekspresi di Era Prabowo, Pengamat Harap Masyarakat Berani Kritik Kekuasaan

Gambar hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Jakarta, NU Online

Pengamat Politik Airlangga Pribadi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebebasan berekspresi di bawah pemerintahan Presiden Prabowo.


Ia menyoroti tantangan kebebasan berekspresi di era Prabowo itu akibat sikap kritis mahasiswa, seperti yang ditunjukkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (Unair).


Karena itu, Airlangga berharap agar masyarakat tidak takut untuk menyampaikan kritik kepada kekuasaan, dalam hal ini pemerintahan di era Prabowo-Gibran. Ia juga berharap agar gerakan masyarakat tidak terpecah-pecah.


“Saya tidak optimis terhadap keadaan masa depan, karena tantangan sosial politik yang dihadapi sangat besar. Namun, saya berharap kita bisa melampaui masalah ini jika warga sebagai subjek aktif berani mengkritik kekuasaan,” ujarnya, kepada NU Online, Kamis (31/10/2024). 


Airlangga mendorong masyarakat untuk berani mengekspresikan ketidakpuasan terhadap berbagai bentuk pembungkaman, serta tidak terpisah dalam aksi-aksi yang dilakukan.


“Persatuan dari kekuatan pro-demokrasi sangat penting. Kita perlu berkolaborasi, bersolidaritas, dan bergotong royong,” tambahnya.


Ia mencatat bahwa selama ini, konsep persatuan dan gotong royong dalam Islam seringkali diidentikkan dengan sentralisme negara. Menurutnya, isu kolaborasi dan kebersamaan sangat penting untuk menjaga demokrasi.


“Aliansi atau jejaring di antara kalangan entitas masyarakat dan aktor-aktor strategis demokrasi harus mulai dibangun kembali,” tuturnya.


Airlangga menegaskan, kehadiran media juga berperan aktif dalam memperkuat demokrasi. Ia mengingat kembali sejarah Indonesia, terutama kebangkitan gerakan demokrasi pada 1990 yang muncul dari komitmen bersama.


“Ada intelektual, pimpinan ormas seperti Gus Dur dan Amien Rais, akademisi, profesional, pengusaha, serta gerakan serikat pekerja. Ini adalah momen untuk menghimpun kembali concern dan perhati bersama, apalagi dalam kondisi krusial setelah transisi dari presiden Jokowi ke presiden Prabowo,” jelasnya.


Ia menggarisbawahi bahwa dukungan dan legitimasi politik sangat dibutuhkan. Jika pola yang sama diulang, hal itu bisa menjadi bumerang bagi negara. Tekanan harus semakin kuat jika masyarakat sipil ingin memperjuangkan kembali hak-hak mereka sebagai warga negara.


“Itu saya pikir menjadi bagian dari mitigasi yang harus dilakukan dengan dukungan lembaga bantuan hukum dan kalangan yang berkomitmen,” tandasnya.


Di Unair, ia mencatat adanya pandangan yang terbelah di kalangan mahasiswa, tapi mereka bisa membangun komunikasi dengan dosen yang mendukung demokrasi.


“Ini yang bisa dilakukan di internal. Di eksternal, penting untuk membangun hubungan dan jejaring yang lebih kuat untuk mitigasi sosial,” pungkasnya.