Tiga Sikap Bijak dalam Menyikapi Bencana Alam Menurut Islam
NU Online · Sabtu, 29 November 2025 | 18:00 WIB
Kondisi banjir yang dipicu hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara sejak Ahad (23/11/2025). (Foto: BPBD Kabupaten Aceh Tenggara)
Achmad Risky Arwani Maulidi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Akhir-akhir ini sejumlah wilayah di Indonesia dilanda gelombang bencana alam. Hal ini dapat dipahami sebagai dering alarm dari alam kepada manusia agar bertindak atau bersikap secara proporsional. Dalam hal ini, ajaran Islam telah memberikan panduan langkah seperti apa yang perlu ditempuh pemeluknya sehingga tak menarik masalah lainnya.
Alif Budi Luhur dalam artikelnya berjudul Tiga Pelajaran Penting Bencana Alam bagi Tiap Muslim menyebutkan setidaknya ada tiga sikap bijak yang perlu dilakukan ketika menghadapi atau mengetahui bencana. Menurutnya, sikap pertama yang perlu diambil yakni muhasabah alias memawas diri.
"Bila bencana itu disadari akibat kesalahan manusia, maka seharusnya bencana alam berdampak pada perubahan sikap kita menjadi lebih baik," ujar Alif dikutip pada Sabtu (29/11/2025).
Muhasabah, terangnya, penting dilakukan untuk setiap manusia tanpa terkecuali. Pasalnya, bencana alam bisa datang kapan saja sejalan dengan apa yang diperbuat manusia.
"Bagi mereka yang bukan korban dan di luar lokasi bencana, hal ini adalah peringatan bagi diri sendiri untuk kian menjaga perilaku dan sifat baiknya kepada Allah, sesama manusia, dan juga alam sekitar," jelasnya.
Sikap bijak berikutnya yakni bersyukur dan optimis. Ia mendasarkan pandangan ini kepada sabda Nabi Muhammad tentang diangkatnya derajat seseorang yang tertimpa bencana atau musibah. Ia beranggapan bahwa hal demikian merupakan salah satu cara Rasulullah mengalihkan penderitaan korban.
"Bagi mereka yang tak terdampak bencana, syukur dalam konteks ini mengacu pada karunia keamanan dari Allah kepada dirinya," paparnya.
Sikap yang ketiga yaitu menempatkan bencana atau musibah sebagai ladang amal. Pada saat bencana, umat Islam dianjurkan untuk mengulurkan atau menengadahkan tangan.
"Pertolongan berupa tenaga, pikiran, dana, harta benda, makanan, doa, dan lain sebagainya penting disalurkan. Syukur atas keselamatan diri kita dari bencana bisa ditunjukkan dengan kesediaan berbagi kepada mereka yang membutuhkan uluran tangan," pungkasnya.
Sementara itu, Muhaimin Yasin mengatakan bahwa bencana alam diundang oleh keserakahan. Manusia disebut kerap menggadaikan kelestarian dengan keuntungan semata.
"ketika kita lebih mementingkan keuntungan sesaat daripada kelestarian, ketika keserakahan mengalahkan kepedulian, dan ketika hawa nafsu lebih kuat daripada tanggung jawab," ujar Muhaimin dalam artikel Khutbah Jumat: Bencana sebagai Alarm Peringatan dari Alam disusul mengutip surah ar-Rum ayat 41.
Ia pun mengemukakan bahwa menurut Al-Baidhawi di dalam karya tafsirnya Anwarut Tanzil wa Asrarut ta'wil, makna fasad dalam ayat itu dipahami sebagai kerusakan yang mendatangkan bencana alam di darat dan laut akibat tangan usil manusia.
"(Kerusakan di darat dan di laut) itu tampak dalam bentuk kekeringan, kematian, banyaknya kebakaran dan tenggelam (banjir atau tsunami), gagalnya usaha, hilangnya keberkahan, meningkatnya mudarat (kesialan), atau berupa kesesatan dan kezaliman. Dan ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan laut adalah desa-desa pesisir, dan terdapat pula qira’ah dengan lafaz al-buhur. (Semua itu) disebabkan oleh apa yang diperbuat tangan manusia yakni karena buruknya dampak maksiat mereka atau karena perbuatan mereka sendiri," jelas alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat Barat itu.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua