UU PDP Perlu Diperkuat dengan Regulasi Turunan Demi Kepastian Hukum di Era Digital
NU Online · Sabtu, 22 November 2025 | 05:01 WIB
CEO Karda Sibernetik International Adhi Prasetyo Utomo dalam Diskusi Publik bertajuk Menanti Implementasi Pengaturan dan Pelembagaan Perlindungan Data Pribadi di Indonesia yang digelar Safenet di Hotel Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025). (Foto: tangkapan layar Youtube Safenet)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Penguatan regulasi turunan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dinilai mendesak untuk memastikan kepastian hukum di tengah meningkatnya aktivitas digital masyarakat. Kepastian ini terutama diperlukan agar prinsip-prinsip pelindungan data dapat berjalan selaras dengan perkembangan teknologi dan tata kelola data nasional.
CEO Karda Sibernetik International Adhi Prasetyo Utomo menjelaskan, tujuan utama UU PDP adalah memastikan setiap orang dapat mengendalikan data pribadinya.
Ia menekankan bahwa hak mengendalikan berbeda dengan hak memiliki, sejalan dengan prinsip dalam General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa.
“Sebenarnya tujuan utama (UU) PDP, kalau kita melihat dari GDPR, adalah agar subjek data dapat mengontrol data pribadi. Data pribadi bukan hak milik, tetapi kita memiliki hak untuk mengontrolnya,” ujarnya dalam Diskusi Publik bertajuk Menanti Implementasi Pengaturan dan Pelembagaan Pelindungan Data Pribadi di Indonesia yang digelar Safenet di Hotel Swiss-Belinn Wahid Hasyim, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (21/11/2025).
Adhi menjelaskan bahwa pemrosesan data pribadi mencakup seluruh tahapan, mulai dari pengumpulan hingga pemusnahan. Ia menyebut bahwa prinsip-prinsip pemrosesan dalam UU PDP memiliki kesamaan dengan ketentuan yang berlaku dalam GDPR.
“Prinsip Pemrosesan Data Pribadi antara lain dilakukan sesuai tujuan, menjamin hak subjek data, melindungi keamanan data pribadi, serta memberi pemberitahuan mengenai tujuan, aktivitas, dan kegagalan pemrosesan data,” katanya.
Ia juga menyoroti tantangan terkait kewajiban penghapusan data. Menurutnya, UU PDP mewajibkan data dihapus ketika masa penyimpanan berakhir, sedangkan aturan kearsipan nasional mengharuskan sebagian data disimpan hingga puluhan tahun.
“Storage tidak murah, dan kalau datanya tidak diperlukan harus dihapus. Tapi kita juga terikat aturan kearsipan,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Muchtarul Huda menjelaskan, keterlambatan penyelesaian Peraturan Pemerintah (PP) turunan UU PDP disebabkan oleh pergantian pemerintahan serta banyaknya masukan publik.
“Seharusnya dengan terbitnya Undang-Undang PDP pada 17 Oktober 2022 dan masa transisi dua tahun, maka 17 Oktober 2024 sudah bisa efektif dilaksanakan. Namun, seperti kita ketahui, terjadi kemunduran setahun,” jelasnya.
“Seperti yang kita tahu, saat itu ada peralihan pemerintahan, tentunya fokus saat itu banyak mengarah ke sana dan juga banyak masukan tambahan dari publik,” tambah Huda.
Huda menegaskan bahwa UU PDP tidak melarang transfer data pribadi ke luar negeri selama memenuhi ketentuan keamanan dan pelindungan.
Ia menyampaikan bahwa Indonesia sedang menyiapkan PP PDP serta lembaga pengawas untuk memperkuat kepastian hukum.
“Kemudian Undang-Undang PDP dan turunannya juga akan mengatur mekanisme penentuan kesetaraan negara (adequacy). Jadi, pengakuan bahwa Amerika Serikat memiliki aturan yang setara dengan Indonesia tidak bisa dilakukan otomatis. Prosesnya harus mengikuti penilaian kesetaraan sesuai UU PDP dan aturan turunannya,” paparnya.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua