Pustaka

Tafsir Sya'rawi: Buah Karya Renungan pada Al-Qur'an

Ahad, 8 September 2024 | 05:00 WIB

Tafsir Sya'rawi: Buah Karya Renungan pada Al-Qur'an

Kitab Tafsir Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’anil Karim. (Foto: NU Online)

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi adalah salah satu mufassir terkemuka akhir abad 20. Kepakaran beliau dalam bidang tafsir berhasil didokumentasikan dalam kitab tafsir yang berjudul Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’anil Karim.


Sekilas tentang Kitab Tafsir Sya’rawi

Judul asli dari tafsir karya Syekh Sya'rawi adalah Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’anil Karim. Tafsir ini terdiri dari 20 jilid. Sebenarnya, tafsir ini adalah hasil dokumentasi dari pengajian tafsir Syekh Sya’rawi yang direkam dan ditayangkan di program televisi Khawatirusy Sya'rawi (Refleksi Asy-Sya’rawi) selama kurang lebih 25 tahun lamanya. Kemudian, dokumentasi pengajian tafsir ini ditulis oleh suatu lajnah yang di antara anggotanya adalah murid dari Syekh Sya’rawi sendiri, yakni Muhammad al-Sinrawy dan ‘Abd Waris ad-Dasuqi. 


Tafsir ini diterbitkan oleh percetakan Akhbar al-Yaum pada tahun 1991 M dan juga pernah dimuat dalam majalah al-Liwa’ al-Islamy dari tahun 1986 hingga tahun 1989, nomor 251 sampai 332. Sedangkan yang mengedit dan men-takhrij hadits-haditsnya adalah Ahmad Umar Hasyim. (Malkan, Tafsir Asy-Sya'rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis [Jurnal al-Qalam, vol. 29, no. 2, Mei-Agustus 2012], hal. 195)


Dalam pengantar tafsirnya, Syekh Sya'rawi mengatakan bahwa renungan beliau terhadap Al-Qur’an dalam karyanya ini bukanlah berarti sebuah tafsiran terhadap Al-Qur’an. Melainkan hanya percikan pemikiran yang terlintas dalam hati seorang mukmin pada saat membaca Al-Qur’an. 


Sebab, menurut beliau, jika Al-Qur’an dapat ditafsirkan, maka sebenarnya yang lebih layak menafsirkannya adalah Rasulullah saw, karena kepada beliaulah Al-Qur’an itu diturunkan. Namun, Rasul banyak menjelaskan kepada manusia ajaran Al-Qur’an dari segi ibadah, karena hal itulah yang dibutuhkan oleh umatnya ketika itu. 


Adapun alasan mengapa rahasia Al-Qur’an mengenai alam semesta tidak disampaikan oleh Rasul adalah karena kondisi intelektual pada masa itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Nah, apabila hal itu disampaikan, maka akan menimbulkan perdebatan yang pada akhirnya akan merusak masalah keagamaan, bahkan akan membuat manusia berpaling dari jalan Allah swt. 


Pun juga, lanjut beliau, Al-Qur’an tidak datang untuk menjelaskan rahasia alam, melainkan untuk menjelaskan taklif secara jelas. Namun, seiring dengan kemajuan budaya dan ilmu pengetahuan, maka Allah swt pun menyingkap rahasia-rahasia alam lewat apa yang dapat kita tangkap atau pahami dari Al-Qur’an. (Syekh Mutawalli asy-Sya'rawi, Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’an, [Kairo, Akbarul Yaum: 1991], juz. 1, hal 9).


Dengan memperhatikan pengantar dari Syekh Sya'rawi ini, dapat dipahami bahwa alasan beliau menamakan kitab tafsirnya dengan nama Khawatir (renungan) adalah karena sesuai dengan apa yang ia alami ketika ingin menafsirkan Al-Qur’an yakni dengan merenung terlebih dahulu. Disamping itu, ungkapan tersebut adalah ungkapan kerendahan hati. 


Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Syekh Muhammad Rajab al-Bayumi, bahwa sebelum Syekh Sya'rawi berbicara tentang suatu tema, beliau biasa menyendiri beberapa saat untuk berpikir dan merenung. Setelah itu, beliau keluar dengan ilmu yang Allah swt berikan padanya. Sebab, dengan menyendiri, seseorang dapat lebih berkonsentrasi sehingga memperoleh hasil yang maksimal. (Malkan, Tafsir Asy-Sya'rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis [Jurnal al-Qalam, vol. 29, no. 2, Mei-Agustus 2012], hal. 195)


Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsir Sya’rawi

Jika dicermati lebih jauh dari pendahuluan yang diungkapkan Syekh Sya'rawi dalam kitab tafsirnya tersebut, ada 3 hal yang memotivasinya menjelaskan Al-Qur’an sekaligus yang melatarbelakangi munculnya Tafsir asy-Sya'rawi. Hal tersebut meliputi keinginan menjelaskan hukum-hukum Allah swt lebih jelas, keinginan menjelaskan bahwa Al-Qur’an akan selalu relevan dengan perkembangan zaman, dan keinginan menjelaskan mukjizat ilmiah Al-Qur’an.


Metodologi Penafsiran Tafsir Sya’rawi

Apabila diperhatikan, penafsiran Syekh Sya'rawi dalam kitab tafsirnya tersebut, menggunakan metode tahlili. Hal ini terlihat saat Syekh Sya'rawi​​​​​​ menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan urutan surat dalam mushaf Al-Qur’an.


Namun ada beberapa penafsiran ayat yang dilakukan menggunakan metode lain. Berikut contoh penafsiran Syekh Sya'rawi tentang turunnya Al-Qur’an pada surat Ali ‘Imran ayat 3: 


نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتٰبَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَاَنْزَلَ التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَۙ


Artinya: “Dia menurunkan kepadamu (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) dengan hak, membenarkan (kitab-kitab) sebelumnya, serta telah menurunkan Taurat dan Injil.”


Dalam menafsirkan ayat ini, Syekh Sya'rawi berpendapat bahwasannya Allah swt tidak hanya memberikan hal-hal yang bersifat material, tetapi juga hal-hal yang bersifat nilai. Sebab, materi dengan tanpa didukung dengan nilai, maka ia akan menjadi jahat dan lemah. Oleh karena itulah, Allah swt. menurunkan Al-Qur’an.


Lebih jauh, Syekh Sya’rawi juga menafsirkan bahwa kata نَزَّلَ dalam ayat tersebut mengindikasikan makna agar kita memanfaatkan sesuatu yang wajib bagi kita


Syekh Sya'rawi mengulas satu kosakata, yakni nazzala, dengan mengeksplorasi ayat-ayat lain yang menggunakan kosakata tersebut. Kemudian ia menjelaskan makna kosakata tersebut secara jelas dan menarik suatu konklusi pada keutuhan makna ayat tersebut. Maka tampaknya beliau pun juga menggunakan metode maudhu’i. (Syekh Mutawalli asy-Sya'rawi, Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’an, [Kairo, Akbarul Yaum: 1991], juz. 2, hal. 1262).


Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa beliau memadukan antara tahlili dan maudhu’i. Namun, secara esensial beliau lebih condong kepada metode maudhu’i. (Malkan, Tafsir Asy-Sya'rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis [Jurnal al-Qalam, vol. 29, no. 2, Mei-Agustus 2012], hal. 198)


Corak Tafsir Sya’rawi

Terkait dengan corak penafsiran, Tafsir Sya'rawi menggunakan corak Tarbawi dan Hida’i. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh ‘Ali ‘Iyazy bahwa corak Tafsir Sya'rawi adalah Tarbawi. Disamping itu, ia juga mengelompokkannya sebagai tafsir yang menggunakan corak Hida’i. (Malkan, Tafsir Asy-Sya'rawi: Tinjauan Biografis dan Metodologis [Jurnal al-Qalam, vol. 29, no. 2, Mei-Agustus 2012], hal. 198).

 

Tafsir Sya’rawi ini memberikan pengaruh yang luar biasa, karena menekankan bahwa Al-Qur’an merupakan mukjizat sekaligus ajaran. Sehingga Al-Qur’an memiliki peran yang signifikan dalam perkembangan peradaban dan kehidupan manusia. Adapun titik besar yang menjadi tujuan asy-Sya’rawi dalam kegiatan penafsiran Al-Qur’an adalah mengungkap kemukjizatan Al-Qur’an dan menyampaikan ide-ide keimanan.


Kitab Tafsir Sya’rawi tidak ditulis dengan gaya bahasa pidato dan tidak juga dengan gaya karya ilmiah, melainkan ditulis dengan gaya bahasa ceramah dari seorang guru di depan para murid.


Metode penafsiran tafsir asy-Sya’rawi adalah tafsir tahlili, dengan pendekatan pengkajiannya menggunakan bil al-ra’yi. Adapun coraknya adalah adabi dan i’jazi. Sedangkan sumber-sumber penafsiran sangat dominan menggunakan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, sebagai realisasi terhadap pandangannya bahwa keutamaan menjelaskan Al-Qur’an adalah dengan Al-Qur’an, dengan dasar Al-Qur’an yufassiru ba’duhu ba’dhan.


Pandangan Ulama terhadap Tafsir Sya’rawi


Tafsir karya Syekh Sya’rawi ini mendapatkan pujian dari para ulama yang datang setelah beliau. Salah satunya datang dari mufassir Nusantara, yakni Prof. Dr. Quraish Shihab, yang beliau utarakan pada kesempatan di channel Youtube NU Online


Pada kesempatan tersebut, Prof Quraish mengungkapkan kekagumannya pada As-Sya'rawi yang mampu menjelaskan kandungan Al-Qur'an dengan kedalaman pengetahuan bahasanya sehingga mudah dan gampang dipahami banyak kalangan. Syekh Sya’rawi berhasil mendekatkan Al-Qur’an kepada orang-orang awam dengan gaya bahasa (Arab ‘Amiyyah) dan contoh-contohnya, sehingga memudahkan mereka (orang awam) memahami Al-Qur’an.


"Ia (As-Sya'rawi) tidak jarang mengemukakan hal-hal yang boleh jadi orang anggap aneh tetapi beliau alami," ungkapnya mengungkapkan sisi lain As-Sya'rawi.  


Sebagai contoh, dalam tafsir Al-Qur'an ada sebuah 'rumus' bahwa jika kata nakirah terulang, maka yang pertama berbeda dengan yang kedua. Jika kata ma'rifat terulang, maka itu artinya sama itu. Namun, kemudian As-Sya'rawi menyadari rumus tersebut tidak semuanya bisa diaplikasikan setelah ada seseorang yang tidak dikenalnya menjelaskannya dan kemudian orang tersebut menghilang. 


"Mungkin salah satu contoh bagaimana orang yang dekat kepada Al-Qur'an, Al-Qur'an itu menjelaskan dirinya dengan cara-cara tertentu," ungkapnya.


Identitas Kitab  

Judul: Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur’anil Karim (Tafsir Asy-Sya’rawi)  
Penulis: Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi (w. 1418 H) 
Penerbit: Akbarul Yaum 
Kota Terbit: Kairo
Jumlah Juz: 20

Peresensi: M. Ryan Romadhon, Alumnus Ma’had Aly Al-Iman Bulus Purworejo, Jawa Tengah