Warta

Hasyim : Pelaku Teror Bom Bunuh Diri "Mati Sangit"

Kamis, 17 November 2005 | 02:57 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menyatakan, keyakinan bahwa pelaku teror bom bunuh diri adalah mati syahid keyakinan yang keliru karena Islam melarang tindakan bunuh diri, kecuali jika serangan bunuh diri tersebut dilakukan di medan perang sebagai salah satu taktik perlawanan.

"Pelaku teror bom bunuh diri itu bukan mati syahid tapi mati sangit (hangus-red). Kalau serangan bunuh diri di medan perang itu boleh karena itu bisa masalah taktik perlawanan," kata Hasyim menjawab wartawan di Jakarta, Rabu, terkait ditemukannya VCD pegangan kelompok teroris yang menjanjikan status mati syahid bagi pelaku teror bom bunuh diri.

<>

Islam, kata Hasyim, melarang keras perbuatan bunuh diri atau membunuh orang lain di luar perang. Bahkan, pembunuhan yang dilakukan di luar perang dikenakan hukuman mati. Mati syahid, katanya, bisa alamatkan pada orang yang mati ketika berperang karena Islam diserang. Serangan bunuh diri dilakukan ketika tidak ada cara lain yang efektif untuk melawan.

Satu hal lagi, perang pun harus dilokalisir di wilayah peperangan. "Karena itu bisa dimengerti ada bom bunuh diri di Irak saat ini dan Palestina. Kalau di Bali apa ada perang. Jika disebut-sebut perang global yang diperangi itu siapa? Jika tak suka Amerika Serikat yang dibunuh kok orang Bali, orang Ponorogo?" katanya.

Dikatakannya, terorisme model yang terjadi di tanah air justru sangat merugikan Islam dan sebaliknya menguntungkan pihak yang tak menyukai Islam karena mereka menjadi memiliki justifikasi untuk memukul Islam. "Pihak yang pertama kali dirugikan dengan terorisme seperti ini adalah Islam karena akan terkesan sebagai agama yang kasar dan kejam," katanya.

Menceritakan sejarah Islam, Hasyim menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW hampir tidak pernah berperang jauh dari Madinah, kota yang ditempati Nabi. Tercatat hanya sekali Nabi Muhammad menyerang Mekah yang saat itu dikuasai musuh Islam karena umat Islam terhalang untuk melakukan ibadah haji di kota itu.

Yang harus diingat umat Islam, kata Hasyim, ketika Nabi Muhammad berhasil menguasai Mekah maka berikutnya sikap damai yang ditunjukkan yakni menjamin keselamatan panglima perang musuh, Abu Sufyan, beserta keluarganya, melarang umat Islam  mengganggu gereja, sinagog, wanita dan anak-anak, bahkan melarang mencabut tanaman.

"Itu perang saja tak ada bumi hangus. Lha ini (teror bom di tanah air) tak ada apa-apa kok bumi hangus. Lalu yang diikuti itu Muhammad siapa?" katanya. Menurut Hasyim, pelaku teror bom di tanah air keliru dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam.

Oleh karena itu, Hasyim berharap tokoh-tokoh agama yang disebutnya masih normal agar melakukan pencerahan pada umat bahwa fungsi agama sebagai tuntunan hidup bukan sebagai kekuatan gerakan. "Perlu dilakukan pencerahan agama sebagai tuntunan hidup bukan sebagai alat gasakan (berkelahi-red)," kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam, Malang, Jawa Timur itu.

Terkait perang melawan terorisme, Hasyim menyatakan, peran dan kemampuan intelijen harus lebih ditingkatkan karena terorisme merupakan gerakan bawah tanah. Selain itu diharapkan pemerintah maupun aparat keamanan tidak main tuduh yang justru akan menambah kawan kelompok teroris.

"Jangan membuat pernyataan yang memperlebar kawan-kawan teroris, misalnya menyinggung-nyinggung pesantren. Kalau memang pelaku teroris, ya, ditangkap saja di mana pun berada, apakah itu di pesantren, diskotik atau ditempat lain," katanya.(ant/mkf)