Warta RAIS SYURIYAH PWNU JATENG:

Keberhasilan Orang Berpuasa Saat Ia Berubah Menjadi Lebih Baik

Senin, 22 September 2008 | 21:12 WIB

Brebes, NU Online
Idul Fitri merupakan waktu bagi seorang muslim mengakhiri perang melawan hawa nafsu selama Ramadhan. Namun, tidak semua muslim dapat memenangkan ‘peperangan’ itu. Hanya bagi dia yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baiklah yang dapat disebut memenangkan peperangan itu.

Demikian tausiyah yang diungkapkan Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Masruri A. Mughni, di kediamannya, komplek Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda, Sirampog, Brebes, Jateng, Ahad (21/9) lalu.<>

Kiai Masruri—begitu panggilan akrabnya—menjelaskan, dalam sebuah Hadits diriwayatkan, seorang muslim telah merugi bila lewat padanya Idul Fitri, tapi belum masuk padanya jiwa Ramadhan. “Misalnya, orang yang pelit, tetap pelit,” ungkapnya.

Menurut Pengasuh Pesantren Al Hikmah 2 itu, orang yang belum merasakan jiwa Ramadhan, belum menghiasi dirinya dengan akhlak utama. Tidak lagi memiliki sikap suka senyum, tidak toleran, tidak amanah, tidak tanggung jawab. “Maka, orang tersebut tidak ber-Idul fitri, tidak ber-Lebaran,” tandasnya.

Menyelesaikan ibadah Ramadhan, sudah selayaknya diungkapkan dengan kegembiraan. Tapi, tidak diperkenankan melampaui batas. Apalagi meluapkan kegembiraan dengan membabi-buta, dengan perilaku yang justru merugikan diri dan orang lain.

Dalam pemaknaan bahasa Jawa, Lebaran mengandung maksud lebar-lebur-luber. Untuk itu, dalam pemaknaanya haruslah diwujudkan pada hal-hal yang positif. Seperti menjalin silaturrahim sebagai sarana membebaskan diri dosa yang bertautan antarmahluk.

Silaturrahim tidak hanya berbentuk pertemuan formal. Halal bi halal, misal, maknanya sangat kering karena digelar hanya sebagai ritual formal. “Yang utama itu, menyambangi dari rumah ke rumah, saling duduk bercengkerama, saling mengenalkan dan mengikat kerabat,” anjurnya. (was)