Nasional

Habib Ali Al-Jufri: Dunia Digital Dipenuhi Obsesi Duniawi

Kamis, 25 Agustus 2022 | 10:00 WIB

Habib Ali Al-Jufri: Dunia Digital Dipenuhi Obsesi Duniawi

Habib Ali Al-Jufri. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Habib Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman Al-Jufri menjelaskan tentang fenomena dunia digital yang berkembang sangat cepat, sampai hari ini. Ia menjelaskan bahwa dunia digital dipenuhi beragam kepentingan duniawi, mulai dari bisnis hingga politik.


Hal itu disampaikan Habib Ali saat menggelar pertemuan di Kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (24/8/2022). Secara khusus, pertemuan ini bertema Tantangan Berdakwah Mengajak ke Jalan Allah di Era Digital dalam Beragama di Dunia Nyata dan Maya


Habib Ali menuturkan, seluruh lapisan masyarakat dunia saat ini sangat dekat dan bisa mudah menjangkau dunia digital. Di dalamnya, tentu saja terdapat keuntungan dan kerugian. 


Mengutip sebuah survei, Habib Ali menyebut bahwa lebih dari 50 persen orang di dunia terkoneksi secara digital. Jumlah tersebut setara hampir empat miliar orang atau lebih dari setengah penghuni bumi. 


Pendakwah internasional asal Jeddah, Arab Saudi ini menegaskan bahwa relasi di dunia maya itu telah mengubah secara drastis perilaku masyarakat. Dengan kata lain, dunia maya bisa berpengaruh besar bagi kehidupan di dunia nyata. 


"Ini disadari oleh setiap orang yang punya kepentingan dalam bisnis, perdagangan, politik, dan obsesi duniawi. Mereka menyadari kalau (dunia digital) ini berpengaruh besar di dalam mengubah pola pikir masyarakat di tengah kehidupan yang ada di dunia ini," jelas Habib Ali.


Karena itu, tak heran jika di media sosial kerap muncul berbagai pemikiran yang belum tentu benar atau bahkan berita bohong alias hoaks. Itu semua dimunculkan untuk memuluskan jalan bagi tujuan kepentingan sekelompok tertentu. 


Kemudian, ada sekelompok orang yang berhasil membuat teknologi berupa kecerdasan digital hingga bisa menganalisis kecenderungan atau kesukaan para pengguna di media sosial. Dengan begitu, mereka dapat menyajikan tontonan yang bisa menjadi ketertarikan bagi orang lain. Lebih jauh, akan diberikan pula bisikan-bisikan melalui media sosial untuk mempengaruhi orang lain.


Di facebook, lanjut Habib Ali, sebuah lembaga survei pada kwartal II tahun 2022 menemukan lebih dari 1,8 miliar atau hampir 2 miliar akun palsu. Angka tersebut menunjukkan bahwa 37 persen dari seluruh akun yang terdata di facebook adalah abal-abal atau palsu. 


Habib Ali menjelaskan, akun-akun palsu itu dipergunakan untuk melariskan dagangan atau ideologi sekelompok orang di tengah-tengah masyarakat. 


Bahkan, facebook juga menemukan ada sebuah akun palsu yang dibiayai oleh kelompok penjajah dari Zionis. Akun-akun itu tersebar dalam bahasa Indonesia, Tunisia, Inggris, dan banyak negara lain di dunia. Untuk mendanai akun itu, mereka mengeluarkan biaya lebih dari 800 juta dollar. 


"Mereka ingin campur tangan di dalam pemilu suatu negara atau untuk memprovokasi kerusuhan di suatu negara," jelas Habib Ali.


"Mereka (menggunakan akun palsu) memprovokasi banyak orang, mengadu domba suatu negara, lalu menjadi trending topic, menciptakan hastag dengan mengerahkan puluhan ribu akun untuk mendukung atau menyebarkan berita itu. Lalu dalam 15 menit, menyebarlah sehingga menjadi trending topic dunia," tambahnya. 


Dari situ, mereka berhasil memancing emosi banyak orang sehingga ikut pula meramaikan dunia maya. Dari provokasi yang disebarkan melalui media sosial itu kemudian membuat banyak orang melakukan aksi turun ke jalan untuk demonstrasi. Lalu membuat stabilitas politik di sebuah negara terganggu. 


Habib Ali lantas berpesan kepada seluruh umat Islam, terkhusus warga NU, agar menjadikan media sosial sebatas sebagai saluran informasi, bukan menjadi sumber ilmu pengetahuan. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad