Nasional

Jelang Hari Santri 2025, Menag: Ditjen Pesantren Segera Lahir

NU Online  ·  Selasa, 21 Oktober 2025 | 08:30 WIB

Jelang Hari Santri 2025, Menag: Ditjen Pesantren Segera Lahir

Menag Nasaruddin Umar di Jakarta, Senin (20/12025) malam. (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online

 

Menjelang Hari Santri 2025 yang akan digelar pada 22 Oktober, pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren (Ditjen Pesantren) terus menguat. Menteri Agama RI Nasaruddin Umar mengonfirmasi dalam waktu dekat izin prakarsa pendirian Ditjen Pesantren dari Presiden akan terbit.

 

"Kita berharap dalam waktu dekat, sedekat-dekatnya ini bisa lahir baru yang namanya Ditjen Pesantren," kata Menag Nasar ditemui NU Online di Aula H.M. Rasjidi, Kantor Kemenag Thamrin, Senin (20/10/2025).

 

Nasaruddin mengatakan saat ini Kementerian Agama sudah terpisah soal haji karena ada Kementerian Haji tetapi nanti ada pondok pesantren yang akan naik menjadi Ditjen Pesantren.

 

"Selama ini kan hanya sebagai Direktorat dalam waktu dekat insyaAllah akan menjadi Dirjen pondok Pesantren," tegas Nasar.

 

Terpisah, Wakil Menteri Agama Muhammad Syafi'i menyampaikan perkembangan pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren. Ia mengatakan bahwa surat permohonan izin prakarsa telah ditandatangani dan segera dikirim ke Sekretariat Negara.  

 

"Hari ini saya bersilaturahim ke Menpan RB, Ibu Rini. Alhamdulillah, ada kabar baik. Surat permohonan izin prakarsa pembentukan Ditjen Pesantren ditandatangani hari ini untuk dikirim ke Sekretariat Negara," ujarnya usai bertemu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini di Jakarta.

 

Ia menjelaskan pembentukan Ditjen Pesantren mendesak karena lembaga pendidikan Islam tersebut mengemban mandat undang-undang yang sangat berat. Pasal 4 UU No 18 tahun 2019 tentang Pesantren mengatur tiga fungsi pesantren, yaitu pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat.

 

"Ketiga fungsi ini bahkan sudah diperankan banyak pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Pesantren sudah ada sejak abad 15 masehi," kata Dia.

 

Kementerian Agama mencatat saat ini ada lebih dari 42 ribu pesantren yang terdaftar. Jumlah pesantren bahkan diperkirakan bisa mencapai 42.433 pondok pesantren aktif di Indonesia karena masih ada beberapa lembaga yang belum terdaftar. Puluhan ribu pesantren itu, kini mengelola lebih dari 11 juta santri dengan kurang lebih 1 juta kiai atau dewan guru.

 

Selain itu, Direktorat Pesantren saat ini juga membina 104.204 Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) dan 194.901 Lembaga Pendidikan Al-Qur'an (LPQ).

 

"Ditjen Pesantren dibutuhkan karena kehadirannya sesuai dengan kebutuhan atas layanan umat beragama. Kita juga sudah hitung analisis beban kerja setiap unit organisasi/jabatan jika terbentuk Ditjen Pesantren," katanya.

 

Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mengatakan pembentukan Ditjen Pesantren menjadi langkah strategis dan bersejarah bagi dunia pesantren di Indonesia. 

 

Keputusan ini bukan sekadar perubahan struktural di Kementerian Agama, melainkan bentuk pengakuan negara terhadap jasa dan kontribusi pesantren dalam membangun bangsa.

 

"Pesantren selama ini menjadi pilar penting dalam membangun karakter bangsa, mencetak ulama, dan menjaga nilai-nilai kebangsaan," ujar Maman dihubungi terpisah.

 

Diketahui, Pesantren kali pertama masuk Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dalam UU No 20 tahun 2003. Beberapa tahun berikutnya, berdiri Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren sebagai satuan kerja setingkat eselon II pada Ditjen Pendidikan Islam. 

 

Sejak 2024, satuan kerja ini berubah nama menjadi Direktorat Pesantren dan kini diusulkan Kementerian Agama menjadi Ditjen Pesantren.

 

Fungsi pendidikan yang diemban pesantren terus berkembang, dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi (ma’had aly). Lembaga pendidikan keagamaan Islam khas Indonesia ini menjadi kawah bagi para jutaan santri dalam mendalami ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.

 

Pesantren dan para lulusannya juga berkiprah di berbagai bidang kehidupan sosial, memberi pemahamaan keagamaan yang moderat bagi masyarakat. 

 

Sementara dalam fungsi pemberdayaan masyarakat, pesantren terbukti bukan menjadi lembaga yang seperti menara gading keilmuan, tapi juga menjadi episentrum pembangunan ekonomi lokal. 

 

Eksistensi pesantren terbukti ikut berkontribusi dalam menyukseskan agenda nasional pengentasan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, dan penciptaan pertumbuhan ekonomi yang inklusif, terutama di wilayah perdesaan.

 

Tiga fungsi ini tidak bisa berkembang jika hanya dikelola dalam satuan kerja setingkat eselon II, di bawah Ditjen yang fokus pada fungsi pendidikan Islam. Perlu kehadiran negara untuk bisa lebih mengoptimalkan tiga fungsi pesantren, tidak hanya pendidikan, tapi juga dakwah dan pemberdayaan masyarakat.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang