Nasional

Mendikbud Nadiem Ajak Masyarakat Berpikir Kosmopolit

Selasa, 31 Agustus 2021 | 19:30 WIB

Mendikbud Nadiem Ajak Masyarakat Berpikir Kosmopolit

Tangkap layar Mendikbud Nadiem Makarim mengisi sambutan pada International Symposium 2021 yang diselenggarakan oleh Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) secara daring, Senin (30/8/2021).

Jakarta, NU Online
Intoleransi dalam dunia pendidikan merupakan masalah serius yang harus segara ditangani. Oleh karena itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengajak masyarakat untuk memperkuat nilai-nilai kosmopolitanisme, gotong royong, dan kebhinekaan global dalam diri pelajar Indonesia.


"Intoleransi merupakan salah satu dari tiga dosa besar dalam pendidikan Indonesia. Karena intoleransi sama dengan melanggar kemerdekaan orang lain," ungkap Nadiem saat mengisi sambutan di acara International Symposium 2021 yang diselenggarakan oleh Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) secara daring, Senin (30/8/2021).


Dalam momen itu, Menteri Nadiem juga mengungkapkan upaya yang dilakukan Kemendikbud dalam melakukan pendidikan karakter dengan memperkuat nilai-nilai kosmopolitanisme, gotong royong, dan kebhinekaan global dalam diri pelajar Indonesia.

 

"Namun, pendidikan karakter semestinya tidak hanya dilakukan dalam kelas, sehingga penting bagi kita untuk menguatkan kolaborasi," imbuhnya.

 

Menteri Nadiem juga mengajak kepada berbagai pihak agar  mampu menghasilkan bidang humaniora sebagai landasan kebijakan. Menurutnya, hal itu tidak cukup dengan melakukan penertiban, tetapi juga dengan menumbuhkan kesadaran. 


"Kita harus meyakinkan masyarakat dan generasi penerus bangsa bahwa keberagaman adalah kekuatan Indonesia, sebagaimana sudah dicontohkan para pendahulu kita," ajak pria kelahiran Singapura itu.


Kosmopolit adalah karakter masyarakat Nusantara
Menteri Nadiem juga mengungkapkan bahwa pada dasarnya, masyarakat Nusantara merupakan masyarakat yang memiliki gaya hidup dan cara berpikir yang kosmopolit. Hal itu sudah terbukti dengan keberadaan wilayah Nusantara sebagai jalur rempah sejak abad pertama Masehi.

 

"Jalur rempah itulah yang menyebabkan interaksi lintas budaya serta berjalan dengan harmonis. Keharmonisan ini bukan hanya berlaku dalam perdagangan, tetapi juga hubungan antar umat beragama," jelas Nadiem.

 

Ia juga menjelaskan, masyarakat Muslim Nusantara memiliki keteguhan dalam mematuhi ajaran agama, dan pada saat yang sama juga menunjukkan keterbukaan terhadap dengan budaya lain. "Masyarakat Nusantara tumbuh menjadi kuat bukan karena keseragamannya, tapi karena keberagamannya," tuturnya.

 

"Mari kita terus melangkah ke depan dengan bekal pembelajaran di masa lalu untuk mewujudkan kemermdekaan dalam belajar berbudaya dan bermasyarakat," pungkasnya.


Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan