Sekolah berbasis asrama adalah tempat yang paling efektif untuk menerapkan pendidikan karakter kearifan lokal.
Para peneliti yang juga dosen dari IAIN Sunan Giri Bojonegoro secara khusus melakukan penelitian terkait hal itu melalui penelitian berjudul Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Sekolah Berasrama (Studi Multikasus di Pondok Pesantren Al-Rosyid Dander dan Pesantren At-Tanwir Talun Bojonegoro).
Ketiga peneliti yakni Roudlotun Ni’mah, Siti Labiba Kusna, dan Eshthih Fithriyana melakukan penelitian tersebut dengan bantuan dukungan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 2018.
Para peneliti mengemukakan gejala lunturnya nilai-nilai luhur budaya semakin lama semakin terasa dalam kehidupan sehari-hari. Di berbagai tempat seperti sekolah, di jalanan, di rumah, bahkan pada media massa dengan mudah disaksikan berbagai tindak kekerasan yang menunjukkan tidak dihanyatinya pendidikan karakter dan pekerti. Terbukti dengan terjadinya tawuran antarpelajar di Bogor, hingga mengakibatkan seorang pelajar tewas. Kemudian, pernah terjadi kasus pemukulan oleh siswa kepada guru hingga berujung pada kematian guru tersebut di Sampang Madura.
Oleh karena itu, pendidikan budaya dan karakter bangsa dipandang sebagai solusi cerdas untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian unggul, berakhlak mulia dan menjunjung tinggi keindonesian secara menyeluruh.
Peneliti menyebutkan bahwa Pendidikan karakter di pondok pesantren bisa berjalan dengan baik dan berkesinambungan (sustainable) dikarenakan pondok pesantren mampu melaksanakan tiga tahapan component of good character dengan baik. Pertama, tahapan moral knowing yang memiliki enam unsur karakter yaitu kesadaran moral, pengetahuan tentang nilai-nilai moral, penentuan sudut pandang, logika moral, keberanian mengambil keputusan, dan pengenalan diri.
Kedua, moral feeling; merupakan penguatan aspek emosi peserta didik. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik yaitu kesadaran akan jati diri, percaya diri, motivasi diri, disiplin diri, kepekaan terhadap penderitaan orang lain (empathy), cinta kebenaran, pengendalian diri, kerendahan diri. Ketiga, moral action yaitu setiap upaya untuk diwujudkan menjadi tindakan yang nyata.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalahnya dengan bagaimana pembelajaran pendidikan karakter berbasis kearifan lokal sekolah berasrama di Pondok Pesantren Modern Al-Rosyid dan Pondok Pesantren At-Tanwir Bojonegoro, serta bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal sekolah berasrama di kedua pesantren tersebut.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed methods sequential exploratory, yaitu mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif terlebih dahulu, kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif.
Objek penelitian ini adalah aktivitas santri dan guru, serta proses pendidikan krakter yang ada di pondok pesantren yang dipilih untuk diobservasi dengan pertimbangan tertentu.
Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa bentuk kearifan lokal di Pondok Pesantren Al-Rosyid maupun di At-Tanwir, yaitu berupa nilai-nilai etika yang telah menuntun perilaku para santri yang sifatnya sudah turun temurun. Hal itu sebagaimana telah tercantum pada Panca Jiwa Pondok.
Di Pondok Pesantren Al-Rosyid Panca Jiwa Pondok yang dikembangkan yaitu Nilai Keikhlasan, Nilai Kesederhanaan, Nilai Kemandirian, Ukhuwah Islamiyah, dan Nilai Kebebasan. Adapaun Panca Jiwa Pondok di At-Tanwir yaitu Nilai Keikhlasan, Nilai Kesederhanaan, Nilai Kemandirian, Ukhuwah Islamiyah, dan Nilai Kegotongroyongan.
Berdasarkan hasil analisis kuantitatifnya diperoleh bahwa bahwa nilai t-hitung karakter tanggung jawab lebih besar dari t-tabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakter berbasis kearifan lokal tanggug jawab dapat dijumpai secara signifikan pada siswa pondok pesantren berasrama.
Selanjutnya uji one sample t-test keenam untuk menganalisis karakter 180 nasionalisme. Diperoleh bahwa nilai t-hitung karakter nasionalisme lebih besar dari t-tabel sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakter berbasis kearifan lokal nasionalisme dapat dijumpai secara signifikan pada siswa pondok pesantren berasrama.
Peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya agar dapat memperluas sampel yang diteliti tidak hanya pada satu kabupaten saja agar data yang dperoleh lebih valid dan dapat digeneralisasi. Selain itu peneliti juga menyarankan untuk menambah indikator karakter berbasiskearifan lokal, tidak hanya sebatas tujuh karakter seperti yang telah peneliti teliti, sehingga diperoleh data penelitian karakter berbasis kearifan lokal yang lebih lengkap dan beragam.
Penulis: Maulan Wildan
Editor: Kendi Setiawan