Nasional

Politik di Indonesia Didominasi Kepentingan Ekonomi, Dinilai Ancam Fondasi Republikanisme

NU Online  ·  Selasa, 21 Oktober 2025 | 17:30 WIB

Politik di Indonesia Didominasi Kepentingan Ekonomi, Dinilai Ancam Fondasi Republikanisme

Robertus Robet saat menyampaikan Kuliah Terbuka bertema Menguji Republikanisme di Indonesia yang digelar di Auditorium Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Guru Besar Filsafat Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Robertus Robet menilai politik Indonesia semakin didominasi oleh kepentingan ekonomi. Ia menilai bahwa kondisi ini mengancam fondasi republikanisme yang sejatinya menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.


Robert menjelaskan, alih-alih menjadi arena perjuangan gagasan dan keadilan sosial, politik Indonesia kini cenderung berfungsi sebagai instrumen untuk mengakumulasi kekayaan dan memperkuat kepentingan oligarki.


Pernyataan itu disampaikan dalam Kuliah Terbuka bertema Menguji Republikanisme di Indonesia yang digelar di Auditorium Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada Selasa (21/10/2025).


Dalam paparannya, Robert memaparkan bahwa republik, sebagai ide filsafat politik, berakar dari gagasan kebajikan publik yang berkembang sejak tradisi Yunani hingga masa Pencerahan di Eropa.


Namun di Indonesia saat ini, nilai-nilai republikanisme telah bergeser menjadi sekadar formalitas dalam sistem politik yang dikendalikan kepentingan ekonomi.


“Dunia politik kini bukan lagi dunia deliberasi publik. Politik sudah berubah menjadi arena ekonomi, di mana kekuasaan diukur dari seberapa besar kemampuan mengakumulasi sumber daya,” ujarnya.


Robert menegaskan pentingnya mengembalikan semangat republikanisme sebagai dasar moral dan praksis politik di Indonesia. Ia menyerukan perlunya revitalisasi sistem politik yang menegakkan otonomi warga, memperkuat partisipasi publik, serta mengembalikan politik sebagai ruang deliberatif untuk kepentingan bersama.


“Republikanisme sejati harus menolak dominasi ekonomi dalam politik. Ia menuntut keberanian untuk membangun kembali ruang publik yang jujur, otonom, dan berorientasi pada kebajikan bersama,” tutupnya.


Robert menyebut, ada tiga lapisan problem utama dalam politik Indonesia. Pertama, politik aliran kepentingan, yakni ketika praktik politik hanya berfungsi untuk mempertahankan kekuasaan ekonomi kelompok tertentu.


Kedua, mesinisasi politik yaitu kekuatan politik yang dijalankan semata-mata untuk menghasilkan keuntungan material.


Ketiga, klientelisme yaitu hubungan politik yang dibangun atas dasar transaksi dan patronase, bukan atas dasar cita-cita publik.


Menurut Robert, tiga lapisan tersebut membentuk krisis yang lebih dalam, yakni hilangnya ruang bagi rakyat untuk berpartisipasi secara otonom dalam proses politik.


“Kita hidup dalam situasi di mana lembaga-lembaga politik kehilangan fungsi republikan. Ia tidak lagi menjadi wahana perjuangan kepentingan umum, tetapi menjadi instrumen ekonomi yang membentuk kelas-kelas sosial baru,” tegasnya.


Lebih lanjut, Robert menjelaskan bahwa kondisi ini diperparah oleh budaya politik yang berkembang di tengah masyarakat. Politik yang seharusnya menjadi ruang kebajikan bersama justru berubah menjadi sarana pragmatis keluarga dan kelompok elite untuk mempertahankan posisi.


“Budaya politik kita sudah terinfeksi oleh logika pasar. Orang tidak lagi berpolitik untuk kebaikan bersama, melainkan untuk keuntungan ekonomi pribadi atau kelompok,” jelasnya.


Hilangnya idealisme republikanisme, lanjut Robert, juga berdampak pada lemahnya demokrasi di Indonesia.


“Demokrasi kehilangan daya transformatif karena institusi politiknya telah terkooptasi oleh kepentingan ekonomi,” pungkasnya.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang