Respons Gus Kautsar saat Karamah Gus Miek Lebih Sering Disebut dari Kealimannya
Senin, 21 November 2022 | 16:00 WIB
Muhammad Aiz Luthfi
Penulis
Jakarta, NU Online
KH Muhammad Abdurrahman Al Kautsar atau akrab dipanggil Gus Kautsar menyebut bahwa pamannya, KH Hamim Djazuli alias Gus Miek adalah seorang alim yang dikenal punya karamah. Namun menurutnya Gus Miek lebih sering disebut karamahnya dari pada kealimannya. Menurut Gus Kautsar, hal itu bisa menurunkan maqam posisi (downgrade) Gus Miek.
"Ketika menganggap Mbah Yai Miek keramat tanpa menganggap Mbah Yai Miek seorang alim, downgrade itu. Itu men-downgrade menurut saya," tegas Gus Kautsar dalam short video NU Online yang diberi judul Gus Miek Banyak Disebut Keramatnya daripada Alimnya, dilihat Senin (21/11/2022).
Putra KH Nurul Huda Djazuli ini menambahkan, pecinta Gus Miek cukup banyak dan tersebar di berbagai daerah. Menurut hitungan Gus Kautsar, dari sepuluh orang pecintanya itu, hanya satu orang yang melihat kealiman Gus Miek, sembilan orang lainnya lebih melihat pada karamahnya.
"Para pecintanya mencoba memiliki atribut yang sama dengan beliau (Gus Miek), tanpa pernah melihat, tanpa pernah berpikir, tanpa pernah mempelajari harakah beliau, proses beliau," ujarnya.
Soal kewaliannya Gus Miek, kata Gus Kautsar, hal itu merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya dan Gus Kautsar tidak bisa membahas hal tersebut karena bukan wilayahnya.
"Soal kewalian dan lain sebagainya, itu mutlak anugerah dari Allah, tidak bisa menjadi pembahasan kita," imbuhnya.
"Tapi proses beliau mendapatkan maqam itu, itu bisa kita kejar," tambah Gus Kautsar.
Nyantri ke sejumlah kiai
Baca Juga
Gus Miek: Wajah Sebuah Kerinduan
Sebagaimana dikutip dari tulisan Gus Miek, dari Khataman ke Tempat Perjudian, Gus Miek lahir pada 17 Agustus 1940 di Kediri dari pasangan KH Jazuli Usman dan Nyai Radliyah. KH. Jazuli Usman adalah pendiri pesantren Ploso Kediri dan Nyai Radliyah memiliki jalur keturunan sampai kepada Nabi Muhammad, sebagai keturunan ke-32 dari Imam Hasan, anak dari Ali bin Abi Thalib dengan Siti Fathimah.
Saat masih muda Gus Miek pernah mondok dan berguru ke sejumlah kiai, diantaranya KH Machrus Ali Lirboyo, KH. Dalhar Watucongol, Mbah Jogoreso Gunungpring, KH Arwani Kudus, KH Ashari Lempuyangan, KH Hamid Kajoran, dan Mbah Benu Yogyakarta.
Bahkan saat masih berusia 9 tahun, Gus Miek sudah sering tabarrukan ke berbagai kiai sufi. Beberapa kiai yang dikunjunginya adalah KH Mubasyir Mundzir Kediri, Gus Ud (KH Mas’ud) Pagerwojo-Sidoarjo, dan KH Hamid Pasuruan. Di tempat Gus Ud Pagerwojo Sidoarjo, Gus Miek bertemu dengan KH Achmad Shidiq yang usianya lebih tua. KH Achmad Shidiq ini di kemudian hari sering menentang tradisi sufi Gus Miek, tetapi akhirnya menjadi kawan karibnya di majelis dzikrul ghafilin.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Hukum Pakai Mukena Bermotif dan Warna-Warni dalam Shalat
6
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
Terkini
Lihat Semua