Pustaka

Mengenal Ahli Hisab-Rukyat

Ahad, 9 November 2008 | 23:00 WIB

Judul Buku: Ensiklopedi Hisab Rukyat
Penulis: Dr Susiknan Azhari MA
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Edisi Revisi: Mei, 2008
Tebal: xvi + 452 halaman
Peresensi: Sungatno

Dalam Islam, ilmu falak (astronomi) memiliki peran penting. Selain berperan dalam ranah pembagian waktu secara Islami, ilmu ini juga mampu menentukan arah seseorang dalam menghadap sesuatu secara tepat, mengukur panjang, tinggi, kedalaman dan masih banyak lagi.

Di negeri yang terdapat pemeluk Islam-nya paling banyak di dunia ini, misal, minimal dalam setiap menjelang awal dan akhir Ramadhan, terasa jelas apa arti dan peran ilmu itu. Meski ada suatu dalil yang menganjurkan umat Islam untuk menggunakan metode rukyat (pengamatan terhadap bulan) pada situasi dan kondisi tertentu, tapi ada juga dalil yang menganjurkan metode hisab (perhitungan astronomis) dalam situasi dan kondisi tertentu pula.<>

Hadirnya buku ini, bukan dalam rangka membahas ilmu falak, hisab dan rukyat secara mendalam. Meski demikian, buku berjudul Ensiklopedi Hisab Rukyat ini, membahas "sekilas" tentang arti dari istilah-istilah yang biasanya digunakan dalam dunia seputar ilmu falak, astronomi, penghitungan waktu dan kalender baik Islam maupun non-Islam, tokoh-tokoh ahli hisab dan rukyat dunia serta sumbangsihnya dalam bentuk karya dan gagasan, dan berbagai lembaga yang terkait baik bentukan pemerintah maupun swasta.

Menurut penulis, buku ini di tulis selama tujuh tahun, dan diawali pada Ahad, 16 Muharram 1420 H / 2 Mei 1999 M. Buku ini pertama kali dicetak pada Maret 2005, namun karena dirasa penulis masih banyak data dan hal-hal yang perlu dimaktubkan, maka kali ini, buku setebal 452 halaman ini dicetak lagi dengan edisi revisi. Hadirnya edisi terbaru ini, penulis masih berharap agar mampu memudahkan pemahaman tentang ilmu falak sekaligus menjembatani antara kalangan agamawan (ahli hisab dan rukyat) dengan kalangan ilmuwan (astronom). Selain itu, agar ketegangan yang muncul akibat perbedaan "istilah" dapat diminimalisasi dan dikomunikasikan secara baik.

Seperti halnya buku ensiklopedia pada umumnya, buku ini membahas secara obyektif (meski tidak terlalu mendalam) dan mendefinisikan serta menginformasikan hal-hal yang terkait seputar kajiannya. Selain itu, isi buku ini juga disajikan secara kronologis-alfabetis sesuai nama atau sebutan yang ada. Meski demikian, buku ini juga menyajikan informasi terkait pembahasan lainnya yang disajikan dalam dua bab lain; Anotasi Karya Para Ahli Tentang Hisab Rukyat pada Bab II, dan Suplemen (berisi judul-judul penelitian tentang hisab dan rukyat yang dilengkapi pelaku dan tanggal penelitian, dan kronik peristiwa-peristiwa penting dalam hisab rukyat sejak 1938 hingga awal 2008) pada Bab III. Beberapa halaman sebelum terakhir, buku ini juga tersaji informasi silsilah tokoh hisab di Indonesia.

Menurut buku ini, silsilah tokoh ahli hisab di Indonesia, dapat dirujuk dari Syeikh Ahmad al Fathani (1856-1908) dan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabawi (1855-1916). Perbedaan dari silsilah kedua tokoh hisab kenamaan ini, terletak ketika penulis menginformasikan guru dari Syeikh Jamil Jambek (1862-1947) dan Syaikh Tahir Jalaluddin (1869-1957).

Jika kita membaca silsilah dari Syeikh Ahmad al Fathani, ilmu hisab yang didapatkan Syeikh Jamil dan Syeikh Tahir didapatkan secara langsung dari Syeikh Ahmad al Fatahani. Namun, ketika kita membaca silsilah yang lain, ilmu hisab yang didapatkan Syeikh Jamil dan Syeikh Tahir didapatkan secara langsung dari Syeikh Ahmad Khatib Minangkabawi. Meski demikian, Syeikh Jamil dan Syeikh Tahir diakui penulis bahwa keduanya telah mengajarkan ilmu ini secara langsung kepada Sa'aduddin Jambek (1911-1977). Selanjutnya, Sa'aduddin mengajarkan ilmu yang didapatnya itu kepada A. Mustadjib (1934-2004) dan Abdur Rachim (1935-2004). Dari sinilah penulis kelahiran 11 Juni 1968 ini merunut silsilah ilmu yang didapatkannya dari Abdur Rachim bersama lima murid yang lain, yaitu; Wahyu Wadiana (18 Agustus 1952), Sofwan Jannah (28 Mei 1954), Muhyiddin (19 Agustus 1956), Oman Faturrahman (2 Maret 1957), dan Sriyatin (5 Februari 1966).

Dari sejumlah tokoh Indonesia yang ada, dalam hal memerankan ilmu falak sebagai ilmu untuk menentukan ketepatan arah, pernah dibuktikan KH Ahmad Dahlan. Pendiri Muhammadiyah ini, lahir pada 1868 M/1285 H di Kampung Kauman, Yogyakarta. Semasa kecil, ia lebih dikenal Muhammad Darwis. Ia belajar ilmu falak atau ilmu hisabnya dari KH Dahlan (Semarang), Kiai Termas (Jatim), Kiai Sholeh Darat (Semarang), Syeikh Muhammad Jamil Jambek, dan Syeikh Ahmad Khatib Minangkabawi.

Setelah menguasai ilmu falak, ia dihadapkan pada sebuah kegelisahan ketika melihat kiblat Masjid Kauman yang menurutnya tidak mengarah ke Kakbah di Mekah secara tepat. Karena akumulasi kegelisahan semakin hari semakin menghantui, akhirnya KH Ahmad Dahlan memberanikan diri untuk mempersoalkan arah kiblat masjid yang telah lama digunakan untuk beribadah salat oleh masayarakat setempat.

Pada mulanya, gagasan untuk merekonstruksi arah kiblat masjid itu mendapat tentangan dari masyarakat. Namun, setelah dijelaskan panjang lebar dan dibuktikan dengan berbagai argumentasi, akhirnya masyarakat mau menerima gagasan tersebut dan segera terealisasi sesuai rencana. Menurut penulis, semula kiblat masjid tersebut mengarah ke barat secara lurus, kemudian berubah 24 derajat arah barat laut. Dari peristiwa ini, ternyata memengaruhi para ahli falak di berbagai daerah di Indonesia untuk mengoreksi kembali kebenaran dan ketepatan arah kiblat di masjid-masjid dan surau (musala). Selanjutnya, KH Ahmad Dahlan pun mendapat gelar dari para ahli ilmu falak sebagai pelopor pembetulan arah kiblat dari semua surau dan masjid di Indonesia.

Masih banyak kisah-kisah sejarah berbagai tokoh ahli hisab-rukyat sedunia yang dapat kita temukan dalam buku ini. Begitu juga sejarah berdirinya berbagai organisasi yang terkait dan kiprah serta eksistensinya hingga awal buku ini dicetak dalam edisi revisi ini. Namun, ketika penulis menyelipkan silsilah tokoh hisab Indonesia, buku ini tidak menyertakan silsilah tokoh rukyat Indonesia.

Peresensi adalah Ketua Lembah Kajian Peradaban Bangsa (LKPB) Yogyakarta