Nama Zamroni memang saat itu sedang moncer di kalangan mahasiswa sebab merupakan Ketua Presidium KAMI Pusat (mulai pertama dibentuk sampai bubar). Ia dinilai berhasil berhasil menggerakkan mahasiswa dan pemuda berdemonstrasi turun ke jalan menuntut dan berhasil merontokkan rezim Orde Lama. Dia bahkan sering disebut sebagai tokoh kunci Angkatan 66.
Pada kongres berikutnya, di Makassar, Sulawesi Selatan, peserta kongres mempercayakan kepemimpinan organisasi mahasiswa dari NU itu kepada Zamroni untuk memimpin periode kedua, 1970-1973. Dengan demikian, dia merupakan ketua umum kedua dan terakhir setelah Mahbub Djunaidi yang dipercaya memimpin PMII dua periode.
Pada periode kedua di bawah Zamroni, PMII berkembang sangat pesat. Banyak cabang berdiri di berbagai daerah, tidak kurang dari 120 cabang. Pada zaman kepemimpinan dia pula, PMII menyatakan diri independen yang dicetuskan di Mubes II Murnajati, Malang pada 1972.
Zamroni wafat pada dini hari Senin 5 Februari 1996, di RS Fatmawati Jakarta Selatan pukul 03.00 WIB. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.
Kedua, Muhammad Iqbal Assegaf.
Iqbal lahir di kampung Bajo, sebuah desa terpencil di pulau Bacan Maluku Utara pada tanggal 12 Oktober 1957. Ia merupakan anak keempat dari dua belas orang bersaudara yang semuanya laki-laki dari pasangan Husein Ahmad Assegaf dan Rawang Abdullah Kamarullah. Ayahnya adalah keturunan langsung dari Habib Umar Assegaf, seorang pejuang kemerdekaan keturunan Arab yang berasal dari Palembang yang menikah dengan Raden Ayu Azimah, putri Sultan Badaruddin II.
Iqbal menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) masa khidmat 1988-1991. Pada saat itu, PMII pernah mengkritik pejabat pemerintah Orde Baru, di antaranya mengkritik kinerja Menteri Agama Munawir Sadzali. Pasalnya pada musim haji tahun 1990 sekitar 1600 jamaah haji asal Indonesia meninggal di Terowongan Mina, Arab Saudi. Iqbal meminta Menteri Agama Munawir Sadzali mundur dari jabatannya.
Setelah memimpin PMII, pada Kongres GP Ansor di Palembang pada bulan September 1995, Iqbal terpilih sebagai ketua umum masa khidmat 1995 – 2000.
Ketiga, Ahmad Bagdja.
Menurut Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, saat itu Ahmad Bagdja adalah orang yang setia mendampingi Gus Dur saat berhadapan dengan penguasa yang diktator. Keberadaannya sangat penting karena saat itu Gus Dur seolah-olah sendirian.
"Beliau setia mendampingi Gus Dur dalam keadaan sangat menyedihkan, sangat prihatin ketika itu NU berhadapan dengan tirani kekuasaan yang sangat otoriter dan diktator, tapi Gus Dur tidak pernah suruh tidak pernah goyang. Nah, yang mendampingi Gus Dur adalah antara lain almarhum Bapak KH Ahmad Bagdja ini," terangnya sebagaimana dirilis NU Online, Kamis 6 Februari mengenang kewafatan Ahmad Bagdja.
Editor: Muchlishon
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
6
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
Terkini
Lihat Semua