Nasional

Citra Capres 2024 Berdasarkan Karakter, Kebijakan, dan Ideologi

Selasa, 18 Juli 2023 | 21:30 WIB

Citra Capres 2024 Berdasarkan Karakter, Kebijakan, dan Ideologi

Ilustrasi pemilu dan pilpres. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Pemilihan Umum (Pemilu) akan berlangsung pada 14 Februari 2024. Meski pendaftaran secara resmi baru akan dibuka pada Oktober mendatang, tetapi setidaknya hingga kini terdapat tiga nama yang sudah dideklarasikan untuk maju sebagai bakal calon presiden. Mereka adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.  


Pendiri Alvara Research Center Hasanuddin Ali menganalisis citra dari masing-masing bacapres dengan menggunakan tiga dimensi yaitu karakter, kebijakan, dan ideologi. Menurut Hasan, ketiga dimensi citra itu menjadi preferensi utama pemilih dalam memutuskan memilih seorang kandidat.


Pertama, soal karakter. Hasan menjelaskan bahwa dalam berbagai survei selalu dimunculkan dua citra karakter kepemimpinan yakni pemimpin yang kuat/tegas dan pemimpin yang dekat dengan rakyat.


Kedua, soal kebijakan. Narasi terkait kebijakan pemerintah pasca-Presiden Joko Widodo seringkali bermuara pada dua arus besar kebijakan yaitu melanjutkan atau mengubah kebijakan Presiden Joko Widodo,” kata Hasan melalui blog pribadinya, hasanuddinali.com. NU Online telah mendapat izin untuk mengutip, pada Selasa (18/7/2023).


Lalu dimensi ketiga adalah soal ideologi. Hasan menjelaskan bahwa kontestasi wacana ideologi dalam setiap pemilu seringkali berkutat pada ideologi nasionalis dan Islamis. Dua hal itu oleh publik sering disematkan kepada kandidat tertentu.


Ia mengungkapkan bahwa Ganjar Pranowo dicitrakan sangat kuat oleh publik sebagai capres yang dekat dengan rakyat. Ganjar juga dinilai akan melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo dan berideologi nasionalis. 


Sementara Prabowo Subianto oleh publik dicitrakan sangat kuat sebagai pemimpin yang kuat/tegas. Meski tidak sekuat Ganjar Pranowo, Prabowo juga dicitrakan akan melanjutkan kebijakan Presiden Joko Widodo dan berideologi nasionalis.


Kemudian Anies Baswedan oleh publik dicitrakan sangat kuat sebagai capres yang akan melakukan perubahan kebijakan Presiden Joko Widodo dan berideologi islamis. Dari sisi karakter kepemimpinan, Anies Baswedan tidak memiliki citra, baik capres yang tegas maupun capres yang dekat dengan rakyat.


Dari pemetaan posisi itu, Hasan menuturkan bahwa para pemilih sejatinya telah memiliki persepsi tersendiri pada masing-masing kandidat capres. Positioning atau penentuan posisi kandidat paling baik adalah positioning yang memiliki distingsi paling kuat. 

 

“Kita bisa melihat Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan memiliki distingsi yang paling kontras, terutama terkait ideologi dan kebijakan. Di sisi lain, Prabowo Subianto tidak memiliki distingsi yang cukup kuat baik dengan Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan,” jelas Hasan. 


Posisi Prabowo Subianto yang tidak memiliki distingsi sangat kontras terhadap dua capres lainnya tidak menguntungkan ketika pemilihan berlangsung satu putaran, tapi menguntungkan bila pemilihan berlangsung dua putaran. Hasan menyarankan agar masing-masing kandidat menyiapkan strategi pemasaran politik yang berbeda untuk pemilu putaran pertama dan putaran kedua, kalau itu terjadi. 

 

“Selain itu, mapping positioning kandidat capres tersebut juga menunjukkan posisi cawapres menjadi determinan (faktor penentu) yang sangat penting untuk mengisi kekosongan citra yang tidak dimiliki salah satu kandidat capres,” jelas Hasan.

 

Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis survei berjudul Capres Kelanjutan dan Bukan Kelanjutan Jokowi: Persepsi Publik Nasional. Survei ini dilakukan pada 30 April hingga 7 Mei 2023. 


Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam Pemilu, yakni mereka yang sudah berusia 17 tahun atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu, dipilih 1.220 responden. Sementara responden yang dapat diwawancarai secara valid sebesar kurang lebih 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. 


Hasil survei itu mengungkap persepsi publik masing-masing capres. Pada survei ini, SMRC juga memasukkan satu nama yang dipersepsikan bakal menjadi capres yaitu Airlangga Hartarto, sehingga ada empat nama capres. 


Survei SMRC menyebutkan bahwa di mata publik, Ganjar Pranowo adalah capres yang paling mungkin akan melanjutkan program yang telah dijalankan pemerintahan Presiden Jokowi. Sebaliknya, Anies Baswedan paling banyak dinilai sebagai calon yang tidak akan melanjutkan.


Sebanyak 44,5 persen responden menyebut Ganjar Pranowo sebagai capres yang bisa melanjutkan program pemerintahan Jokowi. Hasil itu jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan Prabowo (25 persen), Anies Baswedan (18,8 persen), Airlangga Hartarto (1 persen), dan responden yang tidak pendapat sebesar 10,7 persen.


Kemudian, nama Anies Baswedan paling banyak disebut (30,3 persen) dalam hal capres yang tidak akan melanjutkan program Pemerintahan Jokowi, disusul Prabowo Subianto (19,6 persen), Airlangga (18,2 persen). Ganjar disebut hanya oleh 7,9 persen dan yang tidak menjawab ada 24,1 persen. 


Berdasarkan survei SMRC itu, persepsi pemilih di atas berdampak terhadap arah dukungan kepada para capres. Mereka yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi lebih menginginkan Ganjar menjadi presiden karena dinilai sebagai tokoh yang paling mungkin melanjutkan kebijakan Jokowi. 


Sementara pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi lebih menginginkan Anies menjadi presiden karena dinilai sebagai capres memiliki kemungkinan besar tidak akan melanjutkan program Pemerintah Jokowi. 


Secara lebih spesifik, Ganjar mendapat dukungan yang lebih besar dari pemilih yang puas dengan kinerja Presiden Jokowi (43 persen) dibanding dari yang tidak puas (16 persen). Sebaliknya, Anies mendapat dukungan yang lebih besar dari pemilih yang tidak puas dengan kinerja Jokowi (39 persen) dibanding dari yang puas (15 persen). 


Lalu dukungan untuk Prabowo dan Airlangga dari pemilih yang puas dan tidak puas, tidak berbeda secara signifikan. Prabowo mendapat dukungan 30 persen dari yang puas, tidak berbeda signifikan dengan dukungan dari tidak puas (35 persen). Begitu pun dukungan untuk Airlangga, dari yang puas hanya 2 persen, tidak beda signifikan dengan dukungan dari yang tidak puas (3 persen).


Mayoritas publik atau sekitar 81,7 persen saat ini merasa puas dengan kinerja Jokowi sebagai presiden. Karena itu, Ganjar yang paling dipersepsikan sebagai pelanjut Jokowi pun mendapat keuntungan elektoral yaitu unggul atas lawan-lawannya jika pemilihan presiden diadakan sekarang.