Nasional

Foto Jurnalistik Santri, Narasi Visual untuk Membangun Peradaban

NU Online  ·  Rabu, 22 Oktober 2025 | 20:00 WIB

Foto Jurnalistik Santri, Narasi Visual untuk Membangun Peradaban

Para peserta dan narasumber melakukan diskusi Santri, Pesantren, dan Foto Jurnalistik via luring dan daring di Rumah Nyonya Karangturi Lasem. (Foto: NU Online/Ayu)

Rembang, NU Online

Dalam memperingati Hari Santri 2025, Kantor Berita Antara menyelenggarakan kegiatan Klinik Belajar Lasem dan Temu Wicara Bersama di Rumah Nyonya, tepatnya di Jalan Karangturi gang IV nomor 7 Desa Karangturi Lasem, Rabu (22/10/2025). Kegiatan tersebut mengangkat tema Santri, Pesantren, dan Foto Jurnalistik.


Dosen Universitas Islam Indonesia (UIII) Zacky Khairul Umam menyebut, santri dan dunia fotografi mempunyai arti penting dalam membangun sebuah peradaban, baik secara teknologi, pengetahuan, dan citra diri pondok pesantren.


Selain itu, perangkat teknologi grafis juga berperan dalam mempromosikan Islam bagi masyarakat umum. Sebagaimana dalam sejarah abad ke-19, sekira tahun 1870-an, Zacky menyampaikan bahwa salah satu ilmuwan orientalis bernama Snowflake Bentley menjadi pelopor dalam dunia fotografi pada saat itu.


"Seorang yang bernama Christian adalah orang pertama yang memotret bangunan Ka'bah dengan memanfaatkan teknologi fotografi pelat basah kolodion yang masih sangat primitif pada zamannya," kata Zacky dalam diskusi temu wicara klinik belajar via daring, Rabu (22/10/2025)


Menurutnya, Christian secara tidak langsung menarasikan Islam berupa tulisan tapi menggunakan gambar.


"Ketika beliau datang ke Indonesia, kemudian banyak melakukan studi lapangan di Aceh, beliau melihat kehidupan orang Muslim Aceh dalam bentuk foto. Inilah yang menjadikan kekuatan foto dalam meningkatkan citra Muslim Aceh pada kala itu," ucapnya.


Kemudian Zacky menjelaskan bahwa keilmuan etnografi dan fotografi sebagai tindakan kultural dan politis bagi santri.


"Dalam hal ini, foto kehidupan santri tidak hanya mencatat sebuah realita, namun merupakan satu perspektif untuk menilai dan melihat cara pandang dari santri itu sendiri," lanjutnya.


Peran fotografi santri yang ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari dari masa kolonial seperti mengaji, ro'an, menulis huruf pegon adalah wujud pergerakan peradaban santri menampilkan versi terbaik, antara lain mengaji, kerja bakti.


"Masa kolonial, di mana dahulu marak sekali orang buta aksara, namun pada era itu santri sudah melek teknologi melalui pegon," sahut Zacky.


Santri sudah berhasil membentuk narasi sendiri dalam karya fotografi pada masa itu. Karenanya, hal itu bisa dianggap sebagai narasi visual menurut santri itu sendiri.


Selanjutnya, Zacky menyebut bahwa foto bisa dianggap sebagai simbolisasi. Artinya, santri dapat mengalami kemenangan merebut narasi yang bermula dari kehidupan kelompok pinggiran, hingga menjadi kelompok yang berdaya dan menjadi simbol nasional.


"Bertepatan pada Hari Santri ini, mereka menunjukkan bahwa narasi bisa direbut yang mereka tunjukkan bagaimana hal ini kita bisa katakan merebut narasi dari santri oleh kehidupan," terangnya.

Dokumentasi arsip Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem tempo dulu yang dipamerkan di Rumah Nyonya Karangturi Lasem. (Foto: NU Online/Ayu) 

Fotografi juga tak ayal dapat membantu masyarakat umum membangun memori kolektif, serta dapat digunakan sebagai wujud realitas spiritual dan sosial santri.


"Dari keragaman keempat aspek tadi, santri dan foto jurnalistik bisa dimanfaatkan sebagai media dalam memperjuangkan pembangunan moral bangsa, dan pembangunan karakter," paparnya.


Dalam hal ini, Zacky juga menyebut bahwa foto jurnalistik dan santri tidak hanya dijadikan sebuah citra indah di mata publik, tetapi suatu pengalaman yang benar-benar dipahami


"Bahasa visual itu sangat kuat, sekaligus mudah ditangkap oleh siapapun," imbuh Zacky.


Senada, KH Sholahudin Fatawi Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayat Lasem (STAILA) menyampaikan, peradaban manusia dari masa ke masa diawali dengan sejarah.


"Sejarah adalah kekuatan teknologi pertama kali bercerita untuk menjaga apa yang sebenarnya pernah terjadi kemudian diceritakan berkembang pesat baik, termasuk dalam bentuk foto jurnalistik," ucap Gus Din, sapaan akrabnya.


Gus Din mengatakan, kisah manusia menjadi sumber kekuatan, namun setiap manusia harus mempunyai empat sifat dasar seperti yang dicontohkan oleh Baginda Rasulullah yakni Shiddiq, Amanah, Tabligh, Fathanah.


"Kecerdasan tidak cukup kalau tidak ada kejujuran. Jika keempat sifat itu dikemas jadi satu, sejarah atau narasi akan tersampaikan dengan baik dan akan tetap selalu dilestarikan," ujarnya.


Sebagaimana di dalam Al-Qur'an yang mengandung kisah lalu dijadikan sebagai acuan seiring perkembangan peradaban adanya Jurnalistik.


"Kisah dan dunia jurnalistik bisa dibangun bersama-sama. Keunikan ini bisa menjadi sumber kekuatan, termasuk bagi santri. mau tidak mau santri harus memiliki keterampilan bernarasi dengan baik," terang Gus Din.


Menurutnya, esensi sejarah dan foto jurnalistik mempunyai kesamaan dalam menyampaikan informasi bagi publik.


"Dua elemen ini harus tetap dijaga dengan baik, dengan memperhatikan empat dasar prinsip jurnalisme ala kenabian agar tidak lepas dari akal dan kenyataan," katanya.


"Kolaborasi semacam ini dapat dijadikan sebagai syiar untuk santri supaya tetap menjaga kemampuan menularkan daya
suri tauladan bagi generasi selanjutnya," imbuh Gus Din.


Kepala Redaksi Foto Antara Wahyu Putro A menjelaskan bahwa foto berfungsi sebagai bukti dan eksistensi sebuah perjalanan fakta.


"Jadi fotografi tidak hanya perihal keindahan namun bisa memperlihatkan kenyataan sesuai unsur-unsur jurnalistik," pungkasnya.


Sebagai informasi, kegiatan ini terlaksana atas sinergi berbagai pihak terkait yakni Yayasan Lasem Heritage, PFI Semarang, Masjid Jami' Lasem, Museum Islam Nusantara, Pondok Pesantren Al-Hidayat Lasem, Pondok Pesantren Kauman Lasem, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayat Lasem (STAILA), Rumah Nyonya, Pemerintah Desa (Pemdes) Dasun, Lesbumi Lasem yang didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Digital, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang, serta Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lasem.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang