Jakarta, NU Online
Kepergian KH Dimyati Rois (Mbah Dim) membawa duka mendalam bagi banyak orang, khususnya warga Nahdliyin. Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) mengenang Mbah Dim sebagai representasi ulama lintas zaman.
Hal itu disampaikan Gus Mus saat memberi mauidhah hasanah dalam peringatan Malam 7 Hari wafatnya KH Dimyati Rois, di Pesantren Al-Fadllu wal Fadillah, Kendal, Jawa Tengah, Senin (16/6/2022) malam.
Dalam acara yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Gus Alam Channel ini Gus Mus menuturkan, Mbah Dim merupakan tipologi autentik kiai zaman kuno. Hal itu tercermin dari sifatnya yang haus akan ilmu.
“Hakikatnya, Mbah Dim itu seperti kiai zaman dulu. Bagaimana kiai zaman dulu? Kalian kalau mondok niatnya ingin menghilangkan kebodohan. Padahal, bodoh tidak bisa hilang. Makin bertambah ilmu, makin (merasa) bodoh. Kiai Dimyati itu haus ilmu,” ungkap Gus Mus.
Selain untuk meninggalkan kebodohan, lanjut Gus Mus, niat orang belajar di pondok adalah membentuk pribadi yang mandiri. “Mandiri itu ciri-cirinya kiai dulu,” kata kiai asal Rembang, Jawa Tengah, ini.
Gus Mus juga melihat bahwa Mbah Dim sebagai tipologi kiai periode pertengahan. “Tidak kuno, tidak modern. Sezaman dengan Kiai Sahal Mahfudh,” tutur kiai kelahiran 10 Agustus 1944 ini.
Menurut Pengasuh Pesantren Roudlatut Thalibin, Rembang itu, Mbah Dim selalu beradaptasi dalam segala benturan zaman dan mengikuti konteks perkembangan yang sedang berlaku.
“Kiai Dim kuno, tapi pertengahan, kontekstual. Itu ciri-ciri pertengahan,” jelas ulama yang gemar menulis sajak itu.
Lebih lanjut, Gus Mus menilai Mbah Dim sebagai sosok kiai yang alim, sederhana, rendah hati, dan istiqamah. Gus Mus mengaku teramat mengagumi keistiqamahan seorang Mbah Dim. Keistiqomahannya merupakan satu hal yang sulit ditiru.
“Ini yang paling susah ditiru. Ada orang yang bisa mabur, ngilang, jalan di atas air, tapi saya kagum dengan orang yang istiqamah. Ngaji istiqamah, ngajarnya istiqamah,” ungkap Gus Mus.
KH Dimyati Rois berpulang ke haribaan Allah swt di Rumah Sakit Telogorejo, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (10/6/2022) pukul 01.13 WIB. Mbah Dim lahir di Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes, 5 Juni 1945.
Mbah Dim merupakan Mustasyar PBNU dan Pengasuh Pesantren Al-Fadllu wal Fadlilah yang ia dirikan di Kampung Djagalan, Kutoharjo, Kaliwungu, Kendal pada 1985 silam.
Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Gambaran Orang yang Bangkrut di Akhirat
2
Khutbah Jumat: Menjaga Nilai-Nilai Islam di Tengah Perubahan Zaman
3
Khutbah Jumat: Tolong-Menolong dalam Kebaikan, Bukan Kemaksiatan
4
Khutbah Jumat: 2 Makna Berdoa kepada Allah
5
Khutbah Jumat: Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik
6
Rohaniawan Muslim dan Akselerasi Penyebaran Islam di Amerika
Terkini
Lihat Semua