Nasional

Pameran Guru Laku di Hari Santri 2025 Gambarkan 99 Kiai NU sebagai Teladan Ilmu

NU Online  ·  Rabu, 22 Oktober 2025 | 16:30 WIB

Pameran Guru Laku di Hari Santri 2025 Gambarkan 99 Kiai NU sebagai Teladan Ilmu

Gambar tiga tokoh kiai yang dipamerkan dalam pameran Guru Laku di Surabaya. (Foto: dok. istimewa)

Jakarta, NU Online

Perupa Nabila Dewi Gayatri kembali menggelar pameran tunggal dalam rangka memperingati Hari Santri 2025. Pameran bertajuk Guru Laku ini menampilkan 99 karya drawing yang menggambarkan para kiai Nahdlatul Ulama (NU) sebagai sosok teladan dalam ilmu dan laku kehidupan. Pameran ini merupakan kegiatan rutin yang telah digelar Nabila sejak tahun 2023.


Menurut Nabila, tema Guru Laku merujuk pada figur para kiai NU yang tidak hanya berilmu, tetapi juga mempraktikkan etika, moralitas, dan adab. Para kiai menjadi panutan dalam berakhlak karimah, mencintai kemanusiaan, serta menjunjung tinggi kebebasan berpikir.


“Yang terpenting adalah adanya sinkronisasi antara teori dan praktik (laku),” katanya saat dihubungi NU Online, pada Rabu (22/10/2025).


Pameran Guru Laku berlangsung pada 18-25 Oktober 2025 di Galeri DKS Balai Pemuda, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya. Acara pembukaan digelar pada Sabtu (18/10/2025) malam pukul 19.00 WIB oleh Ketua PWNU Jawa Timur yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, KH Abdul Hakim Mahfudz.


Pameran ini terselenggara atas kerja sama NDG Art Gallery dengan PWNU Jawa Timur, Lesbumi NU Jawa Timur, dan Dewan Kesenian Surabaya (DKS).


Nabila mengungkapkan, seluruh karya drawing dalam pameran tersebut ia kerjakan selama kurang lebih satu tahun, sementara persiapan pameran dilakukan selama tiga bulan.


Tiga tokoh kiai menjadi figur utama dalam satu frame besar, yakni KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahid Hasyim, dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).


Dalam karya tersebut, Gus Dur digambarkan sedang tersenyum lebar sambil memegang tumpukan buku yang menggunung. Visual itu melambangkan kecintaan dan kedalaman ilmunya, serta mencerminkan pluralisme dan humanisme. Gus Dur dikenal sebagai ulama yang gemar membaca, berpikiran terbuka, dan memiliki wawasan luas yang melampaui batas-batas keagamaan maupun kebangsaan.


Sementara dua sosok lainnya, KH Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahid Hasyim, digambarkan sebagai pendahulu sekaligus guru spiritual. Keduanya melambangkan akar keilmuan, pesantren, dan otoritas keagamaan yang menjadi landasan bagi pemikiran Gus Dur dan perjalanan intelektual NU secara keseluruhan.


Ketiga tokoh tersebut selaras dengan tema Guru Laku yang diangkat Nabila, di mana laku (praktik) didasari oleh ilmu yang tersambung tidak hanya melalui nasab, tetapi juga sanad keilmuan. Prinsip ini menjadi salah satu pegangan penting dalam tradisi pesantren.


Menurut Nabila, tradisi seperti itu tidak jauh berbeda dengan sistem kedewaguruan di Nusantara pada masa lalu. Ia menyebut, sistem tersebut telah berkembang sejak abad ke-13 hingga ke-15 Masehi, terutama pada masa akhir Kerajaan Majapahit, ketika penyebaran Islam mulai mengadopsi sistem pendidikan kedewaguruan yang kemudian bertransformasi menjadi pesantren.


“Kedewaguruan awalnya dibentuk oleh resi-resi yang tinggal di daerah terpencil, yang menjauh dari pengaruh duniawi atau zuhud, dan disanalah beberapa anak penguasa kerajaan dikirim untuk belajar tentang banyak hal—tata negara, etika, moral, spiritual bahkan ilmu beladiri dan kanuragan,” tegasnya sebagaimana disampaikan melalui rilis Lesbumi PWNU Jawa Timur.


Nilai-nilai luhur tersebut, lanjut Nabila, telah tumbuh kuat sejak era Mataram Kuno, kemudian bergeser ke Timur hingga masa akhir Majapahit. Ketika Islam mulai berkembang di pesisir utara Jawa pascaruntuhnya Majapahit dan kerajaan berpindah ke Demak, sistem kedewaguruan itu dilanjutkan oleh para tokoh yang sebagian besar berasal dari keluarga kerajaan. Mereka kemudian dikenal sebagai para Wali Sangha atau Wali Sanga, yang menjadikan sistem pendidikan kedewaguruan dan Sangha sebagai sarana penyebaran Islam di Nusantara.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang