Nasional

PBNU Tanggapi Serangan Iran ke Israel, Rencana Kunjungan Paus, dan Sidang Sengketa Pilpres 2024

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB

PBNU Tanggapi Serangan Iran ke Israel, Rencana Kunjungan Paus, dan Sidang Sengketa Pilpres 2024

Konferensi pers dalam agenda Halal Bihalal di Lobi Kantor PBNU, Jakarta Pusat, pada Kamis (18/4/2024). (Foto: NU Online/Aceng)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menegaskan sikap awal PBNU kepada pihak-pihak yang berkonflik untuk segera menghentikan perang dan kekerasan. Pasalnya, kini perang di Timur Tengah meluas seiring rentetan rudal Iran menghujani Israel buntut tentara Israel yang menyerang kantor konsulat Iran di Suriah.


Menurut Gus Yahya, eskalasi Iran dan Israel merupakan kelanjutan dari konflik sejak Israel memulai operasi militer besar-besaran di Palestina, 7 Oktober 2023 lalu.


"Makanya NU sejalan dengan Pemerintah RI menuntut, mendesak gencatan senjata segera, sudahi perang saat ini segera. Dari awal kami juga meminta PBB segera bertindak," tegas Gus Yahya dalam kesempatan Halal Bihalal di lobi kantor PBNU Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat, pada Kamis (18/4/2024). 


Sejak awal, Gus Yahya juga mendesak dan menuntut Dewan Keamanan PBB tidak menggunakan hak veto hanya demi membela salah satu pihak.


"Tapi kita semua tahu bahwa memang pihak-pihak yang kami serukan untuk menghentikan kekerasan, kami serukan untuk bertindak lebih adil demi kebaikan semua pihak yang masih belum mengikuti seruan-seruan itu," imbuh Gus Yahya yang berhasil membawa NU meraih Zayed Award for Human Fraternity di Abu Dhabi, UEA 2 Februari 2024.


Gus Yahya menyoroti Amerika Serikat yang hingga saat ini masih memveto tuntutan gencatan senjata di Gaza.


Ia menjelaskan bahwa sepanjang sejarah di mana pun seperti hukum alam, setiap terjadi konflik, apalagi konflik dengan kekerasan, pasti makin lama makin banyak pihak yang terlibat, karena perluasan konflik hanya soal waktu.


"Kita tahu bahwa ini mulainya dari konflik di Gaza, antara Israel dengan Palestina 7 Oktober 2023. Ini sangat berbahaya sekali, sangat berbahaya. Tidak ada langkah yang bisa menyelesaikan selain berhenti (perang) sekarang juga," ungkap Pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Rembang, Jawa Tengah ini.


Gus Yahya menegaskan bahwa konflik, kekerasan, dan perang harus dihentikan terlebih dahulu, baru semua pihak memulai pembicaraan. Pasalnya, kata Gus Yahya, yang terjadi Gaza sudah di luar batas nalar kemanusiaan sehingga perlu segera dihentikan.


 

Gus Yahya bersama Benjamin Netanyahu di Israel pada 2018 silam. 


Mengenai fotonya yang viral saat berkunjung ke Israel, Gus Yahya menjelaskan semua sudah dijelaskan secara terang di berbagai media.


Pada dasarnya, kata Gus Yahya, NU bertekad untuk tidak tinggal diam. NU akan terus melakukan upaya apa pun, membuka jalan untuk berkontribusi menemukan jalan keluar problem di Palestina dan Israel.


"Kita berharap ada respons positif dari berbagai pihak yang kita engage. Walaupun sampai sekarang memang kita belum melihat perubahan sikap signifikan dari Palestina dan Israel serta negara-negara lain yang terlibat," ungkap Gus Yahya.


Amerika Serikat, negara-negara teluk, dan negara-negara Timur Tengah yang lain, belum ada sikap yang ke arah perdamaian. Tetapi, tidak berarti NU menyerah. Gus Yahya mengaku, NU akan tetap berikhtiar dan semua peluang harus ditempuh.


"Saya ke Israel karena ada peluang perdamaian itu. Bayangkan saja saya sebagai Katib Aam PBNU (waktu itu tahun 2018) diberikan kesempatan di depan konferensi global seluruh Yahudi di dunia," terangnya.


Dalam forum tersebut, Gus Yahya mengingatkan tentang perdamaian, mengingatkan tentang Rahmat dan menyampaikan prinsip perdamaian yang menjadi ajaran semua agama. 


"Saya diminta ketemu Netanyahu waktu itu, artikulasi saya sama bahwa kita minta ada perdamaian," tegas Gus Yahya.


Saat itu, Gus Yahya memang ditanya terkait sikap Indonesia terhadap Israel. Ia menegaskan, sikap Indonesia tidak akan berubah sampai ada titik terang untuk jalan keluar bagi masalah Palestina. 


"Namanya saya ketemu dengan Netanyahu ya salaman, masa saya langsung piting (tikam), wong ini pertemuan diplomatik," kelakar Gus Yahya disambut tawa audiens dan wartawan.


Ia menegaskan bahwa perang sangat berbahaya karena seluruh manusia akan menanggung akibat dari konflik yang berkepanjangan.


Agenda Paus Fransiskus ke Indonesia

Gus Yahya di Kantor PBNU. (Foto: NU Online/Aceng) 

Gus Yahya juga merespons rencana kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia, tentu saja PBNU bersama masyarakat Indonesia menyambut gembira dan bangga.


"Selamat kepada umat Katolik atas rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia," ungkap Gus Yahya.


Ia mengatakan, rencana tersebut sebenarnya sudah ada sejak 2018 saat dirinya berkunjung ke Vatikan. Namun, sempat tertunda karena Pandemi Covid-19.


"Alhamdulillah sekarang tampaknya terkonfirmasi dan terjadwal untuk datang ke Indonesia," ucap Gus Yahya.


Ia menjelaskan, NU dan Vatikan punya kerja sama yang menentukan. Bersama Vatikan, NU terlibat dalam kerja sama langsung untuk agenda-agenda konferensi dan perdamaian global.


"NU dan seluruh Gereja Katolik terlibat gerakan Abrahimic Faith Iniciative. Inisiatif ini melibatkan kalangan Muslim, Katolik, Kristen, dan Yahudi. Sudah berlangsung sejak 2018 hingga sekarang," ungkap Gus Yahya.


Kehadiran Paus Fransiskus, menurut Gus Yahya, merupakan kesempatan untuk mempererat hubungan Indonesia dan Vatikan.


"Bukan hanya untuk membangun harmoni umat beragama, tetapi juga kemanusiaan secara global.


Gus Yahya juga menanggapi sidang sengketa Pilpres 2024 di MK. Menurutnya, ini kesempatan bagi MK agar memberikan keputusan mutlak, bukan keputusan nisbi.


"Keputusan mutlak mengharuskan seluruh masyarakat juga menerima apapun keputusan MK," ucap Gus Yahya.