Delpedro Bacakan Eksepsi: Majelis Hakim Sedang Mengadili Masa Depan Kebebasan Berpendapat di Negeri Ini
NU Online · Selasa, 16 Desember 2025 | 23:30 WIB
Delpedro Marhaen dkk dalam Sidang Perdana Pembacaan Dakwaan di PN Jakarta Pusat, pada Selasa (16/12/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Delpedro Marhaen membacakan nota eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya bersama Muzaffar, Syahdan, dan Khariq dalam Sidang Perdana Pembacaan Surat Dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa (16/12/2025).
Di dalam eksepsi itu, Delpedro menegaskan bahwa perkara yang dihadapi para terdakwa tidak dapat dilepaskan dari konteks politik yang lebih luas serta menyangkut masa depan kebebasan berpendapat di Indonesia.
“Kami hendak menyampaikan dan mengingatkan bahwa Yang Mulia tidak hanya sedang mengadili kami, tetapi mengadili masa depan kebebasan berpendapat di negeri ini. Sesungguhnya, kebenaran hanya berkisar di antara kening dan sujud,” kata Delpedro.
Delpedro menjelaskan bahwa dirinya bersama para terdakwa lainnya memahami sepenuhnya bahwa dalam doktrin hukum acara pidana, eksepsi secara klasik ditempatkan sebagai keberatan formil terkait cacat dakwaan, kewenangan mengadili, serta prosedur yang tidak sah. Namun, sebagaimana ditegaskan oleh Bivitri Susanti dalam tulisan Hukum dan Kekuasaan, hukum tidak pernah berpijak dalam ruang hampa.
“Sejarah juga menunjukkan, sebagaimana dicatat oleh banyak pemikir dan pemimpin gerakan demokrasi di berbagai penjuru dunia, bahwa pengadilan kerap menjadi forum terakhir di mana kebenaran politis harus dinyatakan, ketika ruang-ruang di luarnya disempitkan,” ujarnya.
Delpedro kemudian menyampaikan sebuah prinsip yang menurutnya sederhana namun mendasar, yakni bahwa dalam kondisi tertentu seseorang yang berstatus sebagai terdakwa sejatinya tidak sedang membela dirinya sendiri, melainkan membela masa depan bangsanya.
“Dalam semangat itulah kami hadir hari ini. Dengan demikian, pengantar ini bukanlah ornamen retoris, tetapi pernyataan bahwa persidangan ini tidak dapat dipisahkan dari dinamika politik yang lebih luas dan karenanya memerlukan kejelasan moral agar proses hukum tidak kehilangan orientasinya,” katanya.
Ia menambahkan bahwa banyak pemimpin demokrasi di dunia, ketika menghadapi kriminalisasi politik, memulai pembelaannya bukan dengan uraian teknis, melainkan dengan pernyataan moral bahwa pengadilan merupakan cermin bagi masyarakat tentang apakah negara masih melindungi kebebasan atau justru membungkam suara warganya.
“Kami bukan penghasut, kami adalah warga negara yang menjalankan hak konstitusional kami, dan bila kebebasan menyampaikan pendapat diperlakukan sebagai tindakan penghasutan, maka sebenarnya sedang diadili bukanlah kami, melainkan demokrasi itu sendiri,” tegasnya.
Senada, Kuasa Hukum para terdakwa dari LBH Jakarta, Fadhil, menilai bahwa perkara yang menjerat empat kliennya sarat dengan motif politik atau politically motivated trial. Menurutnya, dakwaan jaksa mengabaikan konteks struktural dan sosial yang melatarbelakangi rangkaian aksi pada 25 hingga 30 Agustus lalu.
“Dakwaan langsung melompat pada kesimpulan bahwa empat orang ini menjadi penyebab kerusuhan. Bagi kami, itu keliru dan menunjukkan bahwa peradilan ini bermuatan politik, sehingga dengan sendirinya menjadi tidak fair,” tegas Fadhil.
Fadhil menyebut sejumlah faktor penting yang tidak disentuh dalam dakwaan, mulai dari kebijakan negara yang dinilai ugal-ugalan, aksi anggota DPR yang dianggap nirempati, hingga kematian almarhum Affan Kurniawan akibat tindakan brutal aparat kepolisian. Menurutnya, seluruh peristiwa tersebut justru menjadi musabab kemarahan publik, namun luput dari uraian jaksa.
“Dalam penyampaian eksepsi maupun pada tahapan persidangan selanjutnya, kami tidak hanya akan menghadirkan fakta-fakta yuridis, tetapi juga fakta-fakta yang bersifat politis dan problem sosial. Hal tersebut penting karena dakwaan mengabaikan faktor-faktor struktural yang menjadi penyebab terjadinya rangkaian aksi pada 25 hingga 30 Agustus lalu, yakni kebijakan yang ugal-ugalan, tindakan nirempati berupa aksi joget oleh anggota DPR, serta meninggalnya almarhum Affan Kurniawan akibat tindakan brutal aparat kepolisian,” tegasnya.
Terpopuler
1
PBNU Kelompok Sultan Targetkan Percepatan Muktamar dan Gelar Harlah 1 Abad NU
2
Penembakan Massal Terjadi di Australia, Seorang Muslim Berhasil Lucuti Pelaku Bersenjata
3
Majelis Tahkim Khusus, Solusi Memecahkan Sengketa untuk Persoalan di PBNU
4
Kronologi Persoalan di PBNU (7): Kelompok Sultan dan Kramat Saling Klaim Keabsahan
5
Gus Yahya Berangkatkan Tim NU Peduli ke Sumatra untuk Bantu Warga Terdampak Bencana
6
Prabowo soal Status Bencana Nasional untuk Aceh-Sumatra: Situasi Terkendali, Saya Monitor Terus
Terkini
Lihat Semua