Praperadilan Aktivis Ditolak, Negara Dinilai Tak Lagi Beri Ruang bagi Kritik dan Demokrasi
NU Online · Senin, 27 Oktober 2025 | 17:30 WIB
Suasana masyarakat sipil di depan ruang sidang PN Jaksel usai hakim menolak praperadilan empat aktivis yang menjadi tahanan politik, pada Senin (27/10/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Penolakan terhadap permohonan praperadilan empat aktivis pro-demokrasi oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menuai kekecewaan dari kalangan pembela hak sipil.
Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) menilai, keputusan hakim menunjukkan semakin sempitnya ruang bagi kelompok kritis untuk menyuarakan pandangan dan mengawasi kebijakan negara.
Al-Ayyubi Harahap, kuasa hukum dari TAUD, menyampaikan kekecewaannya usai sidang. Ia menilai putusan hakim kering dari pertimbangan hukum dan mengabaikan prinsip keadilan bagi para aktivis yang ditahan.
“Kami sangat kecewa dengan hasil putusan ini. Sudah tidak ada tempat bagi kelompok kritis di negara ini. Delpedro dan kawan-kawan adalah tahanan politik, bukan pelaku kriminal,” ujar Al-Ayyubi setelah sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (27/10/2025).
Ia menegaskan, para aktivis yang ditahan dijadikan kambing hitam atas kerusuhan yang terjadi, sementara aparat penegak hukum justru tidak menyentuh pelaku sebenarnya.
Menurutnya, pertimbangan hakim sangat lemah karena hanya berfokus pada keberadaan dua alat bukti yang diajukan penyidik tanpa menilai proses pemeriksaan saksi sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 Tahun 2014.
“Putusan MK jelas menyebutkan bahwa penyidik wajib memeriksa calon tersangka sebelum menetapkannya. Namun hal ini sama sekali diabaikan,” tegasnya.
Al-Ayyubi mencontohkan, Pengadilan Negeri Bandung pernah menerapkan putusan MK tersebut dengan membatalkan penetapan tersangka terhadap seseorang yang belum diperiksa. Namun, dalam kasus ini, hakim PN Jakarta Selatan justru mengabaikan prinsip serupa.
Selain itu, ia menilai hakim tidak melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap bukti yang diajukan. Beberapa bukti dari pihak termohon (kepolisian) dinilai tidak logis, bahkan waktu pelaksanaan gelar perkara dianggap janggal.
“Kami menyayangkan hakim tidak mengeksaminasi secara rinci. Majelis hakim hanya mempertimbangkan soal bagaimana penyidik memperoleh dua alat bukti. Namun, di dalam permohonan kami sudah jelas kami sampaikan bahwa Delpedro tidak pernah diperiksa sebagai saksi,” ujar Al-Ayyubi.
Dengan putusan tersebut, TAUD menyatakan akan melanjutkan perjuangan ke tahap perkara pokok. Mereka mendesak kepolisian segera melimpahkan perkara agar status hukum Delpedro dan tiga aktivis lainnya menjadi jelas serta hak asasi mereka tidak terus dilanggar.
“Keadilan telah tumbang di tangan hakim PN Jakarta Selatan. Putusan ini bukan hanya tentang empat orang, tetapi tentang masa depan demokrasi dan kebebasan berekspresi di negeri ini,” tegasnya.
Sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan itu diajukan oleh empat aktivis, yakni Delpedro, Khariq, Muzzafar, dan Syahdan. Seluruh permohonan mereka ditolak oleh hakim tunggal.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua