KontraS Nilai Revisi UU TNI Perkuat Militerisme dan Mundurkan Reformasi Sektor Keamanan
NU Online · Jumat, 3 Oktober 2025 | 15:30 WIB
Mufidah Adzkia
Kontributor
Jakarta, NU Online
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai revisi Undang-Undang TNI melalui UU Nomor 3 Tahun 2025 telah membuka ruang semakin kuatnya militerisme di Indonesia dan menjadi kemunduran bagi agenda reformasi sektor keamanan yang seharusnya menempatkan supremasi sipil sebagai prinsip utama.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya menyatakan bahwa hasil pemantauan selama setahun terakhir menunjukkan penguatan militerisme tidak hanya terjadi pada level simbolik atau kultural, tetapi juga melalui implementasi pelibatan TNI di ruang-ruang sipil.
“Ini memundurkan langkah reformasi sektor militer, mulai dari kekerasan yang berulang, baik dalam pelanggaran HAM maupun kultur internal TNI, masih terus terjadi,” ujarnya di Kantor KontraS, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).
Dimas menjelaskan bahwa pascarevisi UU TNI, prajurit aktif kini diperbolehkan masuk ke 14 kementerian/lembaga. Berdasarkan data Pusat Penerangan TNI, terdapat sedikitnya 4.427 anggota TNI aktif yang sudah ditempatkan di kementerian/lembaga tersebut.
“Misalnya Letkol Teddy Indra Wijaya yang menduduki jabatan di Sekretariat Kabinet, padahal itu tidak diatur dalam Undang-Undang dan ada juga prajurit aktif yang disebar di sejumlah BUMN,” ungkapnya.
“Pemerintah hari ini semakin menunjukkan wajah yang militeristik, mirip dengan praktik masa Orde Baru, alih-alih memperkuat meritokrasi sipil dan nilai-nilai demokrasi,” tambahnya.
Dimas menjelaskan mengenai revisi UU TNI, KontraS telah mengajukan judicial review secara formil ke Mahkamah Konstitusi, tapi tidak dikabulkan.
Meski demikian, terdapat tiga hakim yang menyampaikan dissenting opinion dan menilai proses pembentukan UU tersebut tidak partisipatif serta jauh dari prinsip keterbukaan.
“Pasal-pasal itu berbahaya karena bisa dipakai untuk mengkriminalisasi warga sipil dengan dalih pertahanan negara,” jelas Dimas.
Lebih lanjut, Dimas mendesak adanya penghukuman terhadap prajurit yang melakukan pelanggaran HAM dan tindak kekerasan, guna mengakhiri budaya impunitas di tubuh militer.
Selain itu, lembaga-lembaga negara seperti Kementerian Bidang Politik dan Keamanan serta DPR RI harus menjalankan fungsi pengawasan dan evaluasi terhadap TNI.
“Selama impunitas masih dibiarkan, praktik kekerasan oleh prajurit akan terus berulang. Negara harus berani menegakkan supremasi sipil di atas institusi militer,” pungkas Dimas.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua