Nasional

Suciwati Kritik Komnas HAM: 21 Tahun Kasus Munir Masih Penuh Ironi dan Tanpa Kepastian

NU Online  ·  Senin, 8 Desember 2025 | 16:30 WIB

Suciwati Kritik Komnas HAM: 21 Tahun Kasus Munir Masih Penuh Ironi dan Tanpa Kepastian

Suciwati, istri aktivis HAM Munir Said Thalib, dalam Aksi Peringatan 21 Tahun Kasus Pembunuhan Munir, di Kantor Komnas HAM, pada Senin (8/12/2025). (Foto: NU Online/Mufidah)

Jakarta, NU Online

Istri aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib, Suciwati, menilai kinerja Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) masih jauh dari harapan dalam penuntasan kasus pembunuhan Munir yang sudah memasuki usia 21 tahun dan banyak ironi terjadi dalam perjalanan penanganan kasus tersebut.


“Pada 2008, ketika Muchdi Purwopranjono dibebaskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Komnas HAM membuat eksaminasi dan menyatakan perlu persidangan ulang karena banyak kejanggalan. Namun rekomendasi itu hanya ditaruh di koper, ditaruh peti, tidak ada tindak lanjut,” ujarnya.


Hal itu disampaikan Suciwati dalam Aksi 21 Tahun Kasus Munir bertajuk Jangan Ada Intervensi dalam Penyelesaian Kasus Munir yang digelar di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).


Suciwati juga menyoroti langkah Komnas HAM pada 2014 yang memberikan penghargaan kepada Munir sebagai pembela HAM, tetapi tidak bergerak secara nyata untuk mendorong penuntasan kasus pembunuhannya.


“Tiba-tiba Komnas memberikan penghargaan kepada Cak Munir sebagai 'pembela HAM'. Emang kurang kerjaan apa? Kenapa mereka tidak melakukan kerjaan yang penting? Yaitu berangkat ke Kejaksaan Agung,” tegasnya.


“Terus terang, tidak perlu namanya gelar pahlawan kalau di sampingnya ada penjahat HAM. Tapi, dia adalah pahlawan rakyat, cukup,” tambahnya.


Suciwati menyebut berbagai upaya baru dilakukan ketika publik menekan lembaga tersebut. Misalnya saat pembentukan tim penyelidikan pro justitia, yang menurutnya, hanya dilakukan setelah desakan kuat dari keluarga dan aktivis.


“Ketika saya tanya, malah saya balik ditanya ‘Kenapa baru sekarang?’ Padahal sejak awal mereka seharusnya bergerak,” ujarnya.


Suciwati bersyukur, nama Munir tetap hidup dan terus bergema di ruang publik sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan. Ia menegaskan tidak memerlukan gelar resmi negara untuk mengenang Munir.


“Bagi saya, dia sudah Pahlawan Rakyat. Apa yang ia lakukan masih hidup hingga kini. Munir ada dan berlipat ganda. Ketika melihat orang tertindas, kita tetap bersuara. Itu cara memuja seseorang sebagai pahlawan,” tambahnya.


Suciwati mengingatkan bahwa perjuangan belum selesai, terutama di tengah degradasi moral dan lingkungan aktivisme yang kadang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi.


“Kerja kita hanya satu, melawan, karena kita masih punya moralitas dan integritas,” tegasnya.


“Untuk mencintai Indonesia tidak perlu jadi PNS atau teriak NKRI Harga Mati, tetapi membela yang ditindas itulah bagian dari mencintai kehidupan seperti yang Munir perjuangkan,” pungkasnya.


Berdasarkan pantauan NU Online di lokasi aksi, tidak satu pun perwakilan Komnas HAM yang hadir untuk memberikan keterangan terkait perkembangan penanganan kasus Munir hingga aksi berakhir.


Sebelumnya, Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan kesediaannya untuk mundur jika penyelidikan pembunuhan Munir tidak tuntas hingga 8 Desember 2025.


Komitmen itu ia sampaikan di hadapan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) saat Aksi Massa Solidaritas 21 Tahun Pembunuhan Munir di depan Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, pada 8 September 2025.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang