Nasional

UU TNI Digugat ke MK: Soroti Peradilan Militer, Jabatan Sipil, hingga Operasi Militer Selain Perang

NU Online  ·  Rabu, 5 November 2025 | 11:30 WIB

UU TNI Digugat ke MK: Soroti Peradilan Militer, Jabatan Sipil, hingga Operasi Militer Selain Perang

Para Pemohon saat membacakan permohonan pada sidang pendahuluan perkara Nomor 197/PUU-XXIII/2025, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada Selasa (4/11/2025). (Foto: dok. MK)

Jakarta, NU Online

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia kembali digugat di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (4/11/2025).


Gugatan itu dilayangkan oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang terdiri dari lima badan hukum dan tiga orang warga.


Mereka menggugat Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9, angka 15; Pasal 7 ayat (4); Pasal 47 ayat (1); Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e; dan Pasal 53 ayat (4); dan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2) UU TNI.


Pengacara Publik LBH Jakarta Daniel Winarta menyebut, pihaknya menggugat beberapa pasal dalam UU TNI. Gugatan itu mencakup Pasal 74 ayat (1) tentang peradilan militer, Pasal 47 ayat (1) soal perluasan jabatan sipil bagi anggota militer aktif seperti di BNN, Kementerian Sekretariat Negara, dan Kejaksaan RI, serta Pasal 7 ayat (2) tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP), terutama bantuan kepada pemerintah daerah dan pertahanan siber.


Daniel menegaskan bahwa pihaknya juga mempersoalkan Pasal 7 ayat (4) yang dianggap menghilangkan kontrol DPR terhadap OMSP, serta Pasal 47 mengenai batas usia pensiun perwira tinggi TNI.


Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Gina Sabrina menyampaikan, pihaknya memutuskan untuk melanjutkan perkara tersebut di MK dengan mempertimbangkan berbagai saran dan masukan dari para majelis hakim.


"Kami hanya mendorong satu tujuan, yakni mendorong TNI yang profesional dan menegakkan supremasi sipil serta negara yang demokratis," tegasnya usai persidangan pemeriksaan pendahuluan perkara Nomor 197/PUU-XXIII/2025.


Lebih lanjut, kuasa hukum para Pemohon Andrie Yunus menilai bahwa ketentuan tugas TNI dalam OMSP untuk membantu pemerintahan daerah bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.


Dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU TNI, TNI diberi tugas membantu pemerintah daerah, termasuk menangani bencana alam, memperbaiki infrastruktur, hingga mengatasi pemogokan dan konflik komunal.


Menurut Andrie, ketentuan tersebut bermasalah karena pemogokan merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 dan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948, yang telah diratifikasi melalui Keppres Nomor 83 Tahun 1998 serta diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.


Para Pemohon juga mempersoalkan penggunaan istilah “konflik komunal” dalam pasal itu karena dinilai menyimpang dari aturan penanganan konflik sosial dan berpotensi membuka ruang bagi pelibatan TNI secara berlebihan. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip perlindungan hak konstitusional warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.


Ia juga menyinggung soal tugas TNI dalam OMSP yakni membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber. Menurutnya, ruang lingkup tugas pokok TNI tersebut dinilai tidak tepat karena aspek pertahanan siber sepenuhnya menjadi tugas pokok dari TNI yang menjadi bagian dari operasi militer perang. Karena itu, pasal a quo bertentangan dengan Pasal 30 ayat (3) UUD 1945.


“TNI memiliki keterbatasan tugas dan yang hanya berkaitan dengan penanganan ancaman pertahanan siber, berupa serangan siber dari negara lain dalam kualifikasi perang siber. Sementara pada rumusan pasal a quo tersebut justru memunculkan ketidakpastian hukum terkait batasan pertahanan siber tersebut, sehingga pasal a quo bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” jelas Andrie.


Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan bahwa para pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonannya.


Naskah perbaikan permohonan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 17 November 2025 pukul 12.00 WIB ke Kepaniteraan MK.


Selanjutnya, Mahkamah akan menggelar sidang kedua dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan para Pemohon.

Gabung di WhatsApp Channel NU Online untuk info dan inspirasi terbaru!
Gabung Sekarang